JEAN-JACQUES ROUSSEAU: ORANG GILA YANG MENARIK
Ditulis oleh Suryanto
Lebih dari dua ratus tahun, pengaruh para intelektual telah berkembang pesat. Sungguh, kebangkitan para intelektual sekuler merupakan faktor kunci dalam membentuk dunia modern ini. Dilihat dari perspektif sejarah yang panjang, kebangkitan intektual sekuler dalam berbagai segi merupakan sebuah fenomena baru. Penampilan mereka sebagai pendeta atau tukang ramal dimasa lampau membenarkan bahwa para intektual tersebut telah memberikan bimbingan dan petunjuk bagi masyarakat sejak awal. Namun, sebagai penjaga keberlangsungan warisan kebudayaan, baik yang primitif atau sofistikatif, penemuan-penemuan ideologis dan moral mereka dibatasi oleh peraturan hukum dari penguasa eksternal dan juga oleh warisan tradisi. Mereka bukan dan tidak dapat menjadi penjelajah pemikiran dengan semangat yang bebas.
Penurunan kekuatan relijius pada abad kedelapan belas menyebabkan munculnya mentor baru yang mengisi kekosongan dan menangkap telinga masyarakat. Mereka itu adalah intelektual sekuler yang skeptis dan mungkin atheist (tidak bertuhan). Tetepi mereka benar-benar siap sebagaimana seorang penceramah atau pendeta untuk memberitahu semua manusia bagaimana melakukan urusannya. Dari awal, mereka telah memproklamirkan bahwa dengan mengikuti ajaran mereka melalui pengabdian khusus untuk kepentingan kemanusiaan dapat membawa manusia dalam kemajuan. Intelektual sekuler membawa tugas kemanusian menurut pemahaman mereka tanpa disuruh dan menjalankan tugas tersebut dengan pendekatan yang jauh lebih radikal dibanding dengan pendekatan relijius para pendahulunnya. Mereka merasa diri mereka tidak terikat sama sekali dengan agama wahyu. Kebajikan-kebajikan kolektif masa lampau, warisan tradisi, kitab-kitab petunjuk warisan nenek moyang yang ada diikuti secara selektif atau ditolak secara keseluruhan dengan pertimbangan akal logika mereka. Untuk pertama kali dalam sejarah manusia dan dengan keyakinan dan perilaku yang mengejutkan, manusia bangkit untuk mengatakan dengan jelas bahwa mereka dapat mendiagnosa penyakit-penyakit masyarakat dan mengobatinya dengan intelektual mereka sendiri. Lebih lagi, mereka dapat membuat formula dimana tidak hanya struktur masyarakat tetapi juga kebiasaan fundamental umat manusia dapat ditransformasikan kedalam hal yang lebih baik. Tidak seperti para pendahulunya yang sakral, mereka bukan sebagai pelayan dan penafsir dari tuhan tetapi sebagai penganti daripada itu. Pahlawan mereka adalah Prometheous yang mencuri api surga dan membawanya ke bumi.
Salah satu sifat yang menojol dari para intelektual sekuler baru ini adalah terlalu menyukai hal-hal yang berhubungan dengan agama dan mempunyai pandangan kritis yang prontagonis terhadapnya. Seberapa jauh mereka memberikan manfaat atau membahayakan system keagamaan yang agung ini? Seberapa jauh paus dan pastur-pastur sekuler ini menjalani hidup sesuai dengan pandangannya tentang kesucian dan kebenaran, kemurahan hati dan kebajikan? Keputusan yang dijatuhkan tentang hal-hal tersebut dari gereja maupun dari pendeta adalah tidak baik bahkan kasar. Sekarang, setelah dua abad penurunan pengaruh agama dan pengaruh intelektual sekuler ini telah memainkan peranan dalam sikap dan institusi kita, inilah saatnya untuk kita meneliti catatan-catatan mereka, baik dalam bidang yang publik ataupun yang bersifat pribadi. Secara khusus, saya disini ingin memfokuskan pada kualitas pendapat dan moral para intelektual ini dalam mengajari manusia berbuat dalam urusannya sendiri. Bagaimana para intelektual ini menjalani kehidupan pribadinya? Seberepa baik moral mereka dalam berperilaku terhadap keluarga, teman dan rekan kerjanya? Apakah mereka adil dalam hal seks dan keuangan? Apakah mereka menceritakan dan menulis suatu kebenaran? Bagaimana system mereka bertahan dalam menghadapi ujian waktu dan praxis?
Penyelidikan ini dimulai dengan Jean-Jacques Rousseau (1712-78), orang pertama dari para intelektual modern yang pola dasar pemikirannya paling berpengaruh. Pendahulunya seperti Voltaire telah memulai karyanya dengan menghancurkan altar dan memberikan alasan dari penghancuran tersebut. Rousseau berbeda. Dia adalah orang pertama yang mengabungkan semua sifat-sifat yang paling penting dari Promethean modern yakni antara lain: penegasan akan haknya sendiri untuk menolak aturan yang ada secara keseluruhan, percayaan-diri akan kapasitasnya untuk mengubah aturan-aturan tersebut dari bawah sesuai dengan prinsip-prinsip yang dia miliki, berkeyakinan bahwa pengubahan ini dapat dilakukan melalui proses politik, dan naluri, intuisi, dan impulse memainkan peranan yang besar dalam perbuatannya. Rousseau percaya bahwa dia mempunyai cinta yang unik untuk kemanusiaan dan telah dianugerahkan wawasan dan anugerah yang belum pernah diberikan kepada orang lain sebelumnya untuk meningkatkan cinta itu. Banyak orang pada masa dia hidup dan sesudahnya telah mengambil nilai-nilai ajarannya sebagai nilai-nilai kehidupan mereka.
Baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek pengaruh Rousseau sangatlah besar. Dalam generasi sesudah dia meninggal, dia memperoleh status mitos. Dia meninggal dunia satu dekade sebeleum Revolusi Perancis tahun 1789 tetapi banyak bukti-bukti kontemporer mengatakan bahwa dialah yang bertanggung jawab atas revolusi ini dan juga penghancuran the ancien régime di Eropa. Edmund Burke dari Elite revolusi mengatakan bahwa: ‘Ada pertentangan yang hebat diantar pemimpin-pemimpin elite yang mana mereka sangat mirip dengan Rousseau…. Rousseau adalah tokoh panutan yang sempurna’. Robespierre juga meletakan Rousseau seperti itu: ‘Rousseau adalah seorang yang melalui kemuliaan jiwanya dan keagungan sifatnya menunjukan dirinya sangat patut sebagai guru untuk umat manusia’. Selama Revolusi, Konvensi Nasional memilihnya untuk memindahkan abunya kedalam Panthéon. Dalam upacara pemindahan, presiden telah mendeklarasikan: ’Rousseaulah orang yang telah membawa peningkatan yang memberikan kebaikan, dia telah mentranformasi moral, tradisi, hukum, perasaan dan kebiasaan kita’.
Dalam tingkat yang lebih mendalam dan dalam rentang waktu yang lebih lama, Rousseau menganti beberapa assumsi dasar tentang manusia yang berperadaban dan merubah pola pikir manusia. Pengaruhnya sangat luas tetapi dapat dikelompokan dalam lima topik utama. Pertama, semua ide modern tentang pendidikan telah dipengaruhi oleh doktrin Rousseau, khususnya oleh karyanya Émile (1762). Dia mempopulerkan dan dalam beberapa hal menemukan sifat alam, rasa udara terbuka, pencarian panjang akan kesegaran, spotanitas, sifat sifat alamiah yang menguatkan. Dia memperkenalkan kritik tentang kekomplekan masyarakat. Dia mengidentifikasi dan menunjukan kepalsuan-kepalsuan peradaban. Dia adalah penemu mandi dengan air dingin, latihan yang sistimatis, olahraga untuk pembentukan karakter dan gubuk akhir pekan.
Kedua, dihubungkan dengan penilaiannya terhadap alam, Rosseau mengajarkan ketidakpercayaan terhadap peningkatan progresif dan gradual yang disebabkan oleh budaya materialis. Dalam hal ini, dia menolak pencerahan dan mencari solusi yang jauh lebih radikal. Dia menekankan bahwa penjelasannya sendiri mempunyai kelemahan yang mendasar jika digunakan sebagai alat untuk mengobati masyarakat. Namun ini juga tidak berarti bahwa akal manusia tidak cukup untuk menyebabkan perubahan-perubahan yang diperlukan karena akal merupakan sumber tersembunyi dari wawasan dan intuisi yang harus digunakan untuk merubah pendiktean dari suatu alasan atau suatu penjelasan. Dalam mengikuti alur pemikiran ini, Rosseau menulis karya Confessions yang selesai pada tahun 1770, meskipun tidak dipublikasikan sampai dia meninggal dunia. Ketiga, konsepnya merupakan awal dari pergerakan Romantik dan literatur instropektif modern. Dalam hal ini dia mengambil penemuannya sendiri, hasil karya utama dari Renaissance, serta selangkah lebih maju, meneliti jiwanya sendiri secara mendalam dan memproduksinya untuk inspeksi publik. Ini untuk pertamakalinya para pembaca ditunjukan isi hati, meskipun ini juga merupakan sifat literatur modern. Visinya adalah untuk memperdaya orang agar percaya bahwa hati menunjukan jalan yang salah dan penuh dengan tipu muslihat.
Keempat, konsep yang dipopulerkan oleh Rousseau adalah konsep yang paling dapat menembus semua lapisan. Ketika masyarakat berkembang dari sifat primitif ke sifat kompleks masyarakat perkotaan, dia berpendapat bahwa manusia adalah terkorupsi: sifat individualis yang dia sebut sebagai amour de soi tertransformasi menjadi sebuah naluri yang jauh lebih rusak, disebut amour-prope, yang mengabungkan antara kesombongan dan harga diri. Manusia menghitung dirinya sendiri dengan bagaimana orang berpendapat tentang dirinya. Oleh karena itu, manusia terus mencari agar orang lain terkesan akan dirinya dengan uangnya, kekuatannya, superioritas otak dan moralnya. Sifat individualisnya menjadi kompetitif dan akusitif sehingga dia menjadi asing tidak hanya dari orang lain yang dia lihat sebagai kompetitor tetapi juga dari dirinya sendiri. Keterasingan ini memasukan penyakit psikologis ke dalam diri manusia yang ditandai dengan pembedaan tragis antara penampilan dan kenyataan.
Bahaya dari kompetisi adalah menghancurkan rasa kebersamaan yang merupakan sifat yang dibawa sejak lahir dan mendorong semau manusia untuk berbuat dengan sifat yang jahat termasuk hasrat untuk menguasai orang. Hal ini mengarahkan Roussaeau untuk tidak percaya kepada kepemilikan pribadi sebagai sumber kejahatan sosial. Kelima, topiknya adalah berhubungan dengan inovasinya mengembangkan kritik terhadap Kapitalisme dalam karyanya seperti dalam pembukaan drama Narcisse maupun dalam Discours sur l’inégalité. Dalam karyanya ini, Rousseau mengidentifikasi kepemilikan dan kompetisi untuk mendapatkan kepemilikan tersebut merupakan sumber utama dari keterasingan. Ini merupakan sebuah pemikiran Marx dimana orang lain mengambilnya dengan paksa sebagaimana dengan ide-ide Rousseau tentang evolusi kultural. Bagi dia, “natural’ berarti ‘original’ atau pre-kultural. Semua kultur membawa masalah. Ini karena hubungan manusia dengan manusia lain yang menyebabkan kebiasaan jahatnya, sebagaimana dia paparkan dalam karyanya Émile, ‘Nafas orang berakibat fatal untuk temannya’. Dengan demikian, budaya dimana orang hidup merupakan sebuah perilaku manusia yang terdikte, terkontruksi secara semu, dan berkembang. Dan kita dapat meningkatknya, atau benar-benar mentransformasikanya dengan merubah budaya dan kekuatan kompetitif yang menghasilkanya, yakni, dengan social engineering (teknik sosial).
Ide-ide diatas tersebar secara luas dengan sendirinya dan hampir merupakan sebuah ensiklopedia pemikiran modern. Benar bahwa tidak semua ide-ide tersebut adalah asli miliknya. Bacannya luas: Cescrates, Rabelais, Pascal, Leibnitz, Bayle, Fontenelle, Corneille, Pertrarch, Tasso, dan secara khusus, dia belajar pada Locke dan Montaigne. Germaine De Staël yang percaya bahwa Rousseau mempunyai “kemampuan natural yang paling tinggi yang pernah dianugerahkan pada manusia” menyatakan “Roesseau tidak menemukan apa-apa”. Germanie menambahkan, “ Dia telah menanamkan pahamnya dengan api”. Cara yang sederhana, langsung, penuh kekuatan, dan sungguh-sungguh menunjukan rasa cinta yang tinggi membuat Rousseau menuliskan pahamnya dengan begitu jelas dan segar, sehingga tulisan-tulisannya membuat laki-laki dan wanita-wanita yang membacanya mendapatkan kejutan.
Kemudian, siapakah orang yang menjadi sumber dari kekuatan intelektual dan moral yang luarbiasa dan bagaimana cara dia mendapatkan kekuatan tersebut? Rousseau adalah orang swiss yang lahir di Genewa pada tahun 1712 dan besar sebagai seorang Calvinis. Ayahnya Isaac adalah pembuat jam tetapi tidak sukses, menjadi pengacau dan sering terlibat dalam kekerasan dan kekacauan. Ibunya, Suzanne Bernard, berasal dari keluarga kaya. Dia meninggal tidak lama setelah melahirkan Rousseau. Kedua orang tuanya tidak berasal dari lingkaran keluarga yang membentuk pemerintahan oligarki Genewa dan tidak juga termasuk dalam Dewan Dua Ratus dan Dewan Duapuluh dua Dalam. Tetapi mereka mempunyai hak untuk memilih dan hak hukum istimewa dan Rousseau selalu ingin tahu tentang status superiornya. Ini membuatnya menjadi seorang yang konservatif secara alami dan membuat perenungan sepanjang hidupnya tentang orang yang tidak punya hak suara. Selain itu, keluarganya mempunyai uang yang jumlahnya begitu besar.
Rousseau tidak mempuyai saudara perempuan. Dia mempuyai kakak laki-laki tujuh tahun lebih tua. Rousseau sangat mirip dengan ibunya, itulah maka ayahnya sangat menyayanginya. Perlakuan ayahnya kepadanya terus berubah-ubah dari kasih sayang yang bisa membuat air mata berlinang sampai kekerasan yang menakutkan dan bahkan Jean-Jacques yang disayangi ayahnya ini merasa cara ayahnya membesarkan dia tidak baik, akhirnya dia mengeluhkannya dalam karyanya Émile. Kutipan ini mengambarkannya: ‘Ambisi, kerakusan, tirani, pandangan yang melenceng dari ayah, ketidakacuhan, dan ketidakperasaan adalah jauh lebih berbahaya dibanding dengan kelembutan kasih sayang ibu yang tidak pernah terpikirkan’. Kakaknya menjadi korban keganasan ayahnya. Dia dikirim ke tempat rehabilitasi atas pemintaan ayahnya dengan alasan dia sangat jahat; pada tahun 1723 kakaknya melarikan diri dan setelah itu tidak pernah terlihat lagi. Rousseau kemudian menjadi anak satu satunya yang besar dalam situasi dimana dia bergaul dengan pemimpin-pemimpin modern. Meskipun dibebaskan untuk menikmat hidup dengan caranya sendiri, dia muncul dari masa kecil dengan rasa kehilangan yang kuat dan mungkin sifat pribadi yang paling nampak yaitu merasa kasihan pada diri-sendiri.
Kematian membuatnya kehilangan baik ayah maupun ibu-asuhnya. Dia tidak suka perdagangan yang memberikan penghasilan rendah padanya. Maka pada tahun 1728 dia pergi meninggalkan dunia perdagangan dan menjadi seorang penganut Katholik agar supaya memperoleh perlindungan dari Madame Françoise-Lousie de Warens yang tinggal di Annecy. Penjelasan tentang karir Rousseau sebagaimana yang tercatat dalam karyanya Confessions tidak dapat dipercaya. Tetapi surat-suratnya pribadinya dan sumber-sumber dari industri besar Rosseau dapat digunakan sebagai fakta-fakta penting. Madame de Warens hidup dengan gaji pesiun dari Kerajaan Perancis dan agaknya dia menjadi seorang agen baik untuk Pemerintah Perancis maupun untuk Gereja Katolik Roma. Rousseau tinggal bersamanya dengan biaya hidup ditanggung olehnya selama empat belas tahun (1728 – 1742). Pada saat itu Rousseau menjadi kekasihnya. Selama itu juga ada waktu-waktu tertentu dimana Rousseau pergi jalan-jalan sendiri. Sampai umur tigapuluhan, Rousseau mengalami kegagalan dan ketergantungan, khususnya pada wanita. Dia telah mencoba setidaknya tiga belas pekerja sebagai pengukir, pesuruh, murid seminary, musisi, pegawai negeri, petani, tutor, kasir, penyalin musik, penulis dan sekretaris pribadi. Pada tahun 1743, dia diberi jabatan basah sebagai sekretaris untuk kedutaan Perancis di Venice, Comte de Mantaigu. Ini berlangsung selama sebelas bulan dan dia mengakhirnya dengan pemberhentian dan terbang untuk menghindari penangkapan Senat Venisia. Montaigu menyatakan bahwa sekretarisnya dihukum karena sifat pribadinya yang buruk dan tidak menghormati orang lain. Ini merupakan hasil dari mental yang sakit dan terlalu mementingkan dirinya sendiri.
Beberapa tahun kemudian Rousseau telah menemukan dirinya sendiri sebagai seorang penulis yang berbakat dari lahir. Dia mempunyai ketrampilan hebat yang berhubungan dengan merangkai kata-kata. Dia benar-benar efektif dalam menuliskan kasus-kasusnya sendiri dalam surat tanpa merasa berhati-hati dalam berhubungan dengan fakta-fakta. Sungguh dia mungkin bisa menjadi seorang pengacara yang cerdas. (Salah satu alasan mengapa Montaigu tidak menyukainnya adalah karena kebiasaan Rousseau selalu menguap terus menerus atau bahkan berjalan-jalan ke Jendela ketika sang duta besar, Montaigu berjuang untuk memikirkan kata-kata yang akan ditulis). Pada tahun 1745, Roussseau bertemu dengan seorang tukang cuci muda, Thérèse Levasseur, sepuluh tahun lebih muda umurnya yang mau menjadi wanita simpanannya secara permanen. Ini memberikan semacam kestabilan hidup Rousseau. Pada saat itu dia bertemu dengan tokoh Denis Diredot, seorang kardinal Pencerahan dan kemudian menjadi Editor-in-Chief dari Encyclopédie. Seperti Rousseau, Diderot merupakan seorang anak dari seorang artis dan menjadi prototipe seorang penulis berbakat alami. Dia adalah orang yang baik hati dan bakat ketekunan. Rousseau berhutang banyak kepadanya. Melalui dia, Rousseau bertemu dengan diplomat dan ahli kritik sastra Jerman, Friedrich Melchior Grimm yang sangat terkenal di masyarakat. Grimm membawanya ke salon yang paling radikal Baron d’Holbach yang terkenal sebagai ‘le Maître d’Hotel de la philosophie’.
Kekuatan intelektual Perancis pada tahun 1700 baru berada pada saat permulaan. Namun, kekuatan intelektualnya meningkat secara pesat pada paruh akhir abad ini. Pad tahun 1740-an and 1750-an, posisi para intelektual ini sebagai ahli kritik masyarakat masih berbahaya. Negara ketika merasa terancam oleh mereka masih sangat mungkin untuk cepat mengambil tindakan atas mereka dengan kejam. Rousseau kemudian dengan lantang mengeluhkan penganiayaan atas dirinya. Namun dalam hal ini, sesungguhnya dia tidak banyak menyumbangkan sesuatu dibanding dengan para intelektual lainnya. Voltaire dikurung oleh para pelayan aristokrat yang dia kritik dan kemudian dipenjara di penjara Bastille hampir setahun. Siapa saja yang menjual buku larangan akan dihukum selama sepuluh tahun untuk bekerja sebagai budak, bekerja tanpa digaji. Pada tahun 1749, Diderot ditangkap dan diasingkan di Vincennes karena menulis buku yang membela atheisme. Dia berada disana selama tiga bulan. Rousseau mengunjunginya disana, dan pada saat berjalan di Vincennes, dia melihat selebaran dari Akademi Sastra Dijon yang mengundang untuk perlombaan menulis essay dengan tema “Whether the rebirth of the sciences and the arts has contributed to the improvement of morals’
Episode yang terjadi pada tahun 1750 ini merupakan titik balik dalam kehidupan Rousseau. Dia melihat secercah inspirasi akan apa yang harus ia lakukan. Orang-orang lain yang mengikuti kompetisi itu pada umumnya memberikan penjelasan tentang asal-muasal seni dan ilmu pengetahuan. Rousseau berbeda denga mereka. Dia berargumen tentang superiority alam. Secara tiba-tiba, sebagaimana apa yang dia katakan dalam Confessions, dia menaruh sebuah antusiasme yang berlebih-lebihan untuk ‘kebenaran, kebebasan, dan kebajikan’. Dia berkata bahwa dia telah menyatakan pada dirinya sendiri: ‘Kebajikan, kebenaran! Saya akan meneriakan terus-menerus kebajikan dan kebenaran! Dia menambahkan ‘baju tidurku terendam dengan air mata yang keluar tanpa aku sadari’. Linangan air mata mungkin bisa benar: dia memang mudah mengeluarkan air mata. Yang pasti adalah bahwa Rousseau memutuskan untuk menulis essay sejalan dengan apa yang menjadi inti dari serangkaian keyakinannya, dan memenangkan hadiah karena pendekatannya yang paradoks, dan menjadi terkenal dalam waktu sekejab. Ini merupakan satu kasus seorang laki-laki yang berumur tiga puluh sembilan, yang sampai saat itu hidup dalam kepahitan dan ketidaksuksesan, merindukan perhatian dan ketenaran, dan akhirnya, dia benar-benar memperolehnya. Essaynya sangat lemah dan sekarang hampir tidak dapat dibaca. Selalu, ketika orang melihat kembali peristiwa sastra semacam itu, agaknya tidak dapat dijelaskan bahwa karya yang tidak begitu bermutu telah dapat menghasilkan ledakan ketenaran selebriti; sungguh, kritikan terkenal dari Jules Lemaître menyebut puncak karir instan Rousseau ini sebagai ‘salah satu bukti yang paling kuat yang pernah ada tentang kebodohan manusia’.
Publikasi Discours dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan tidak membuat Rousseau kaya, meskipun buku itu disirkulasikan secara luas dan diproduksi hampir tigar ratus kali, namun jumlah salinan yang terjual sedikit dan penjual bukulah yang menikmati hasil dari karya semacam itu. Disisi lain, ini memberikan jalan bagi Rousseau untuk bergaul dengan kaum aristokrat, yang pada saat itu sangat terbuka untuk para intelektual. Rousseau dapat mensupport dirinya dengan salinan musik (tulisan tangannya sangat bagus) tetapi setelah tahun 1750 dia selalu dalam posisi tergantung kepada keramahtamahan para aristokrat, kecuali (sebagaimana sering tejadi) ketika dia memilih untuk bertengkar dengan siapa saja yang menyingkirkannya karena dianggap tidak berarti. Untuk masalah pekerjaan, dia menjadi seorang penulis yang professional. Dia selalu kaya ide-ide, dan ketika dia ingin menuangkannya, dia mampu menuangkan dengan mudah dan bagus. Tetapi dampak dari buku-bukunya baik semasa hidupnya ataupun jauh sesudahnya sangatlah bervariasi. Bukunya Social Contrat, yang secara umum mengandung kematangan filosofi politiknya yang dia tulis mulai pada tahun 1752 dan akhirnya dipublikasikan sepuluh tahun berikutnya, jarang sekali dibaca sepanjang hidupnya dan hanya dicetak ulang sekali pada tahun 1791. Penelitian dari lima ratus perpustakaan yang memiliki karya yang sejenis menunjukan bahwa hanya satu perpustakaan yang mempunyai salinannya. Seorang sarjana Joan Macdonald yang meneliti 1114 pamflet politik yang dicetak pada tahun 1789-1791 menemukan hanya dua belas yang mencantumkan buku tersebut sebagai referensi. Sebagaimana yang diamati oleh Joan Macdonald: ‘perlu dibedakan antara ketenaran Rousseau dan pengaruh pemikiran politiknya’. Ketenarannya yang dimulai hanya pada penganugerahan hadiah essay. Kemashurannya terus berkibar dan diikuti terbit dua bukunya. Pertama adalah Novelnya La Nouvelle Héloïs, terjemahan dalam bahasa Inggris, Letters of Two Lovers dan yang kedua adalah Clarissa. Ceritannya tentang mengejar, mengoda, pertobatan, hukuman seorang wanita muda, ditulis dengan ketrampilan menulis yang hebat untuk menarik baik para pembaca, khususnya waninta, dan pasar dikaum wanita kelas menengah dengan cita rasa moralitas mereka. Isinya sangat terang-terangan untuk waktu itu, tetapi pesan akhirnya betul-betul pas. Pendeta Paris menuduhnya ‘mengajarkan racun nafsu birahi namun seolah-olah melarangnya’. Kritikan itu menyebabkan penjualannya meningkat. Rousseau mengunakan kata-kata yang sangat menarik pada halaman pembukaan dimana dia mengatakan dengan jelas dan tegas ’gadis yang hanya membaca satu halaman dari buku itu akan kehilangan ruh dari buku tersebut, namun dia juga menambahkan ‘gadis suci tidak membaca cerita-cerita cinta’. Pada kenyataannya gadis suci dan suster-suster membacanya dan menjadikan buku tersebut best-seller meskipun kebanyakan buku yang dijual merupakan buku bajakan.
Kemasyhuran Rousseau semakin luas pada tahun 1762 dengan terbitnya ‘Émile, dimana dia meluncurkan ribuan ide-ide tentang alam dan sikap-sikap manusia terhadapnya. Buku ini menarik jumlah maksimum pembaca. Dalam satu hal Rousseau sangat pandai untuk menampilkan kebaikan dirinya. Ini salah satu bagian yang menarik darinya, sebagai nabi kebenaran dan kebajikan dengan menunjukan batasan akal manusia dan menempatkan agama dalam hati manusia. Dia memasukkan dalam bukunya Émile sebuah bab yang berjudul ‘Profession of Faith’ yang mana dia menuduh kawan-kawan intelektual di abad Pencerahan, khususnya yang atheis ataupun yang hanya deis, dengan sebutan arogan dan dogmatis, ‘menyatakan dengan apa yang disebut skeptis untuk mengetahui segalanya’ dan tanpa memperhatikan kerusakan yang mereka buat terhadap semua orang dengan meruntuhkan keyakinannya: ‘Mereka menghancurkan dan menginjak-injak dibawah kakinya semua orang yang terhormat yang mengikuti ajaran agama dan mengambil hanya satu kekuatan yaitu nafsu akan harta dan kekuasaan’. Tindakan Rousseau ini memang sebuah alat yang sangat efektif, namun untuk menyeimbangkannya, Rousseau juga merasa perlu untuk mengkritik Gereja yang sudah mapan, khususnya tentang keyakinan terhadap keajaiban dan takhayul. Rousseau sangat tidak berhati-hati dengan memasukan kritikan tersebut dalam karya Emile. Ini barangkali karena dia frustrasi dengan pembajakan bukunya. Setelah itu Rousseau menjadi tertuduh di mata kaum geraja Perancis sebagai seorang pengkhianat ganda. Setelah beragama Katolik, dia kemudian pindah lagi ke Kalvinisme agar supaya mendapatkan kembali kewarganegaraan Genewa. Pada saat itu, Parlemen Paris yang didominasi oleh Jansenist menolak keras sentiment anti-katolik didalam karya Rousseau Émile. Dan Mereka memerintahkan buku tersebut untuk dibakar didepan Palaies de Justice and mengeluarkan juga surat perintah untuk penangkapan Rousseau. Dia selamat karena mendapat peringatan dari kawan-kawnnya yang mempunyai kedudukan tinggi di pemerintahan. Setelah itu, dia menjadi seorang pelarian selama bertahun-tahun. Orang-orang Kalvanist juga menolak bukunya Émile bahkan diluar wilayah katolikpun dia terpaksa pindah dari satu tempat ketempat lain. Namun dia selalu mendapatkan perlindungan, di Britain (dimana dia tinggal selama 15 bulan pada tahung 1766-67) dan di Perancis pun juga demikian, dimana dia hidup dari 1967 dan seterusnya. Selama dekade terakhirnya hidupnya, pemerintah sudah tidak tertarik lagi padanya, dan musuh utamanya adalah para intelektual, khususnya Voltaire. Untuk menjawab mereka, Rousseau menulis buku Confessions yang ditulis di Perancis dan selesai pada tahun 1770. Dia tidak mau mengambil resiko dengan mencetak bukunya tetapi buku tersebut sangat terkenal karena dia membacakannya dirumah-rumah kaum bangsawan. Pada saat kematiannya pada tahun 1778, reputasinya mulai segar kembali dan mencapai puncaknya ketika revolusi Peracancis mengambil alih kekuasaan.
Rousseau kemudian menikmati kesuksesaan yang luarbiasa dalam hidupnya. Bagi orang modern tidak penuh dengan syakwasangka, dia tampaknya tak akan mempunyai sesuatu yang digerutukan. Tetapi, Rousseau merupakan salah seorang penggerutu yang paling hebat dalam sejarah literatur. Dia menekankan bahwa hidupnya penuh dengan kesedihan dan penderitaan. Dia sering sekali mengulang-mengulang keluhannya dengan kata-kata yang sangat menyedihkan sehingga orang merasa berkewajiban percaya kepadanya. Dalam satu hal, dia tak mau berubah pikiran: ‘dia menderita ganguan kesehatan yang kronis. Dia adalah seorang yang malang karena sakit…yang berjuang setiap hari dalam hidupnya diantara kesakitan dan kematian’. Dia telah ‘tidak bisa tidur selama tiga puluh tahun’ Dia menambahkan,’Alam yang membuat saya menderita telah memberikan bukti pada sakit saya agar supaya tak mampu mengeluarkan kekuatan saya. Benar bahwa dia selalu mempunyai masalah dengan alat kelaminnya. Dalam sebuah surat kepada temannya Dr. Tronchin, yang ditulis pada tahun 1755, dia menunjuk pada, ‘cacad organ sejak saya lahir’. Penulis biografinya Lester Croker, setelah meneliti dengan hati-hati, menulis: saya yakin bahwa Jean-Jacques lahir sebagai korban hypospadias, sebuah kelainan bentuk alat kelamin yang mana saluran kecingnya terbuka di permukaan perut’. Di masa dewasanya, ini menjadi penyempitan sehingga memerlukan selang untuk buang air kecil yang mana hal ini memperbesar masalahnya baik secara fisik maupun psikologis. Rousseau selalu merasa mau buang air kecil dan ini membuatnya dalam kesulitan ketika dia berada di masyarakat kelas tinggi. Dia menulis, ‘ Saya merasa ngeri memikirkan diri saya sendiri di sekeliling wanita dan harus menunggu sampai percakapan tentang sesuatu yang bagus itu selesai ….. Ketika akhirnya saya menemukan tangga rumah, ada banyak wanita yang membuatku harus menunggu, kemudian, halaman penuh dengan kereta kuda yang berjalan yang siap menabrak saya, para pembantu wanita yang melihat saya, para pesuruh yang baris di sepanjang tembok dan menertawakan saya. Saya tak dapat menemukan satu tembokpun atau pojokan yang sedikit buruk yang cocok untuk tujuan saya. Pendeknya, saya bisa buang air kecil didepan semua orang dan dihadapan bangsawan yang memakai stocking kaki putih.’
Bacaan tersebut menggambarkan kemalangan dirinya dan juga menunjukan bahwa kesehatan Rousseau tidak seburuk seperti yang dia gambarkan. Pada waktu-waktu tertentu, dia menunjukan kondisi kesehatannya yang baik. Penyakit susah tidur yang dia derita sebagian hanya merupakan fantasi karena banyak orang telah membuktikan dia tidur mendekur. David Hume, orang yang bersama dengannya dalam perjalanan ke England, menulis,’Rousseau adalah orang yang paling kuat dan sehat saya pernah lihat. Dia sanggup berada diatas geladak kapal selama sepuluh jam pada malam hari dalam keadaan cuaca sangat buruk dimana semua awak kapal hampir mati kedinginan, dan dia merasa tidak ada apa-apa.
Keprihatinan yang mendalam tentang kesehatannya adalah dinamika dari kemalangan yang membungkusnya dan terus-menerus berada dalam setiap episode hidupnya. Sejak kecil, dia terbiasa membuat ‘cerita’ untuk menarik simpati, khususnya dari wanita-wanita kaya. Dia menyebut dirinya sebagai “manusia yang paling tidak susah’ dan menegaskan bahwa: ‘Nasibku adalah sesuatu yang orang tidak akan berani mendiskripsikannya, dan tak seorangpun akan percaya. Pada kenyataannya, dia sering mendiskripsikan perihal tentang dirinya dan banyak orang yang benar-benar percaya kepadanya sampai mereka tahu benar sifat-sifatnya. Bahkan setelah ketahuan sifat aslinya, masih tetap ada yang bersimpati. Madame d’Epinay adalah seorang wanita pengemarnya yang mana Rousseau selalu memperlakukan dengan tidak baik. Bahkan setelah tahu dengan jelas siapa Rousseau, dia tetap berkata, ‘saya merasa terharu dengan cara Rousseau menceritakan kemalangannya’. Dia adalah apa yang biasa tentara menyebut sebagai Tentara Tua. Orang tidak terkejut bahwa sebagai anak muda, dia menulis surat permohonan Gubernur Savoy untuk meminta pensiun dengan dasar bahwa dia menderita sakit yang parah dan akan mati segera.
Dibelakang rasa kemalangan ada rasa egoisme yang kuat, sebuah perasaan tidak suka dengan orang lain, baik dalam penderitaan maupun dalam kejayaan. Rousseua menulis: ‘Bagaimanakah mungkin penderitaanmu sama dengan penderitaaku? Keadaanku sangat unik, tak terdengar sejak dari awal waktu…’. Dia juga menulis hal yang hampir sama: ‘Orang yang dapat mencintaiku sebagaimana aku mencintai diriku sendiri masih harus dilahirkan’, ‘Tak seorangpun yang mempunyai bakat lebih untuk mencintai’. ‘Saya terlahir untuk menjadi teman sejati’. ‘Saya akan mati dengan keprihatinan jika ada orang yang lebih baik dariku’. ‘Tunjukan padaku orang yang lebih baik dariku, yang penuh kasih, lembut, dan penuh perasaan….’. ‘Orang yang terlahir nanti akan menghormatiku….karena itu adalah hakku.’ ‘Saya menunjukan kebahagianku.’ ‘….pelipur laraku berada dalam harga diriku.’ ‘…jika ada satu pemerintahan yang sudah tercerahkan di Eropa, permerintah itu akan membangunkan patung untukku.’ Maka tak mengherankan kalau Burke mendeklarasikan: ‘kesombongan yang dia miliki sampai pada tingkat sedikit gila.’
Bagian dari kesombangan Rousseau adalah bahwa dia percaya kalau dirinya sendiri tidak mempunyai perasaan emosional. ‘Saya merasa terlalu baik untuk membenci’. ‘Aku terlalu mencintai diriku sendiri kalau membenci orang’. ‘Tak pernah aku tahu nasfu kebencian, juga tak pernah aku tahu cemburu, kedengkian, dendam, masuk dalam hatiku….kemarahan kadang-kadang, namun saya tak pernah menyimpannya dan juga tak pernah mengungkapkannya dengan gerutuan.’ Kenyataanya, dia sering mengerutu dan menyimpan dendam kemarahannya. Banyak orang melihatnya. Rousseau adalah seorang intelektual yang memproklamirkan diri sebagai sahabat umat manusia. Tetapi selain mencinta sebagaimana dia lakukan untuk kemanusiaan secara umum, dia juga mengembangkan sebuah kebiasaan bertengkar dengan manusia lain. Salah satu korbannya adalah Dr. Tronchin dari Genewa yang memprotes: ‘Bagaimana mungkin sahabat umat manusia adalah orang tidak lagi sahabat dari manusia? Menjawabnya, Rousseau mempertahankan haknya untuk marah kepada orang-orang yang layak dimarahi: ‘Saya sahabat dari umat manusia dan manusia ada dimana-mana. Sahabat yang benar juga menemukan orang dengki dimana-mana – dan saya tidak pergi terlalu jauh.’ Menjadi orang yang egois, Rousseau cenderung menyamakan perasaan benci terhadap dirinya dengan perasaan benci terhadap kebenaran dan kebajikan semacam itu. Oleh karena itu, tidak ada yang lebih buruk bagi musuh-musuhnya kecuali membuat masuk akal doktrin tentang hukuman kekal bagi keberadaan mereka. Dia berkata kepada Madame d’Épinay, ‘Saya ini pada dasarnya bukan orang yang kasar, tetapi ketika saya melihat ada ketidakadilan untuk monster-monster ini, saya suka berpikir ada neraka yang menunggu mereka.’
Kalau Rousseau itu adalah orang yang sombong, egois dan suka bertengkar, Bagaimana ceritanya sehingga sangat banyak orang siap menjadi sahabatnya? Jawaban untuk pertanyaan ini membawa kita kepada watak dasarnya dan pentingnya sejarah. Sebagaian karena kebetulan, sebagaian karena naluri, sebagian karena usahanya yang hati-hati, dia adalah intelektual pertama yang secara sistematis mengeksploitasi kesalahan hak-hak istimema bagi kaum bangsawan dan orang-orang kaya. Lebih-lebih lagi, dia melakukannya dengan cara yang benar-benar baru, cara memuji kasar yang sistematis. Dia adalah prototipe karakter tokoh jaman modern, the Angry Young Man. Secara alami dia tidak anti-sosial. Sungguh dari sejak kecil, dia ingin bersinar di masyarakat. Khususnya, dia ingin mendapatkan senyum-senyum wanita di masyarakat. Dia menulis, ‘penjahit-penjahit wanita, pembantu, penjaga toko wanita tidak mengodaku. Saya butuh wanita-wanita muda.’ Dia adalah orang yang picik, agak kasar dan tidak menyenangkan. Usaha pertamanya untuk masuk dalam masyarakat pada tahun 1740-an benar-benar gagal. Drama pertamanya tentang kebaikan wanita yang menikah di masyarakat merupakan sebuah kehancuran yang membuatnya terhina.
Tetapi, setelah kesuksesan essaynya membuatnya mampu untuk memainkan kartu alam, dia merubah taktiknya. Sebagai ganti dari menyembunyikan kekasarannya, dia justru menekankannya. Dia membuat kekasaran menjadi kebajikan. Dan strategi itu berhasil. Sudah menjadi kebiasaan diantara kaum terpelajar dari bangsawan Perancis merasa tidak nyaman lagi dengan system lama tentang hak-hak istimewa kelas masyarakat. Ahli kritik sosial, C.P. Duclos menulis: ‘Diantara orang-orang besar, bahkan orang-orang yang sebenarnya tidak begitu suka dengan para intelektualpun bertindak seolah-olah mereka juga tidak suka dengan sistem hak istemewa kelas karena itu sudah menjadi model.’ Dengan demikian hampir semua penulis bertindak demikian, meniru dengan cara tidak baik untuk kebaikan mereka. Dengan melakukan hal yang berlawanan, Rousseau menjadi tampak jauh lebih menarik, cerdas dan brilian sebagaimana orang suka memanggilnya ‘Brute of Nature’ atau ‘Bear’. Dia dengan sengaja menekankan sentimen yang berlawanan dengan konvensi. Dia berkata: ‘sentimen saya adalah pada mereka yang tidak mau berubah. Mereka membuat saya kehilangan kesopanan padanya.’ Dia mengakui bahwa dia kasar, tidak menyenangkan, dan tidak diterima secara sosial dalam hal prinsip. Saya tidak peduli dengan orang yang termasuk anggota istana. Saya barbarian.’
Pendekatan ini sangat cocok dengan tulisan-tulisannya yang jauh lebih senderhana dibanding dengan penulis kontemporer saat itu yang banyak memoles tulisan mereka. Caranya yang langsung ini sesuai dengan perlakuanya tentang seks dalam novel La Nouvelle Héloïse yang merupakan salah satu novel yang menyebutkan tentang bagaimana cara wanita berpakaian. Rousseau membuat rambu-rambu penolakannya terhadap norma-norma sosial dengan kesederhanaan dan kelonggaran cara berpakaian yang pada saat itu menjadi ciri utama dari anak muda jaman Romantik. Dia kemudian mencatat: ‘Saya memulai reformasi saya dengan cara berpakaian saya. Saya berhenti memakai tali emas dan stocking putih dan memakai wig budar. Saya berhenti memakai pedang dan menjual jam saya.’ Kemudian diikuti dengan rambut panjang, apa yang dia sebut, ‘style saya yang ceroboh dengan jengot kasar’. Dia adalah cendekiawan yang berpakain begitu. Selama bertahun-tahun dia mengembangkan berbagai cara mentereng untuk menarik perhatian publik padanya. Di Neufchâel dia dilukis oleh Allan Ramsay mengunakan jubah Armenia kaftan. Dia bahkan memakainya untuk pergi ke gereja. Orang-orang lokal pada mulanya menolak tetapi setelah itu menjadi biasa dan pada saat itu menjadi ciri-ciri buat Rousseau.
Sadar atau tidak, dia adalah seorang ahli untuk mempublikasikan diri: keantikannya, brutalitas sosialnya, kepribadian ekstrimisnya, bahkan pertengkarannya menarik banyak perhatian dan tidak diragukan lagi merupakan bagian dari daya tariknya baik bagi pengemar aristokrat maupun pembaca dan pemujanya. Ini merupakan fakta significan yang harus kita lihat bahwa setidaknya melalui cara berpakaian dan berpenampilan dapat menjadi bagian penting dari kesuksessan banyak pemimpin intelektual. Rousseau mengikuti jalan ini dalam berbagai cara. Siapa yang dapat mengatakan bahwa dia salah? Orang-orang sangat resisten dengan ide-ide, khususnya yang baru. Tetapi ide-ide baru tersebut biasanya secara alami menyenangkan. Kepribadian luar biasa adalah salah satu caranya. Ini bagaikan satu kecap minuman dapat diberi gula dan publik tergoda untuk melihat karya-karya yang berhubungan dengan ide-ide.
Sebagai bagian teknik untuk mengamankan publisitas, perhatian, dan kebaikannya, Rousseau membuat sebagai kebaikan positif semua kebiasaan buruk dan rasa tidak berterimakasihnya. Tampaknya tidak ada kesalahan baginya. Ketika sedang bercerita secara spontanitas, dia adalah seorang yang merencanakan sesuatu dengan hati-hati untuk mencapai apa yang dia mau tanpa memperhatikan orang lain, dan karena dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia adalah manusia yang mempunyai moral terbaik, secara logis orang lain akan lebih menilainya dengan motif yang lebih buruk dibanding dengan dirinya. Oleh karena itu, dalam setiap hubugan dengan orang-orang lain, mereka akan mengambil keuntungan darinya dan dia akan mengambil keuntungan dari mereka. Dasar dari dia bernegosiasi dengan orang lain adalah sederhana: mereka memberi, dia mengambil. Dia membesar-besarkan ini dengan sebuah argumen yang mengejutkan: karena keunikan dia, siapa yang membantunya pada kenyataannya berbuat kebaikan untuk dirinya sendiri. Dia menyusun pola responnya dalam surat kepada Akademi Dijon yang menganugerahan hadiah padanya. Dia menulis, ‘essay saya mengikuti alur kebenaran yang tidak populer, dan dengan kemurahan hati anda menghargai keberanian saya, anda telah menghargai diri anda sendiri lebih. Ya, saudara-saudara, apa yang anda lakukan untuk kejayaan saya ini adalah mahkota kehormatan yang dianugerahkan pada anda sendiri’. Rousseau mengunakan teknik yang sama ketika kemasyurannya membuatnya mendapat sambutan ramah dari orang-orang. Sungguh ini menjadi watak keduanya. Pertama-tama dia menekankan bahwa kebaikan hati semacam itu tidak lebih daripada haknya. ‘Sebagai orang sakit, saya punya hak kemanusian karena mereka hutang hak kepada siapa orang yang sakit’. Atau ‘ saya ini miskin dan …berhak kebaikan hati.’
Sebagaimana telah ditulis oleh penulis biografinya, Rousseau selalu menyusun sedikit jebakkan untuk orang. Dia akan menekankan kesulitan dan kemiskinannya, kemudian ketika orang menawarkan bantuan, dia akan membuat kejutan atau bahkah hal yang tidak terhormat. ‘Tawaranmu membekukan hatiku. Bagaimana anda tidak paham pada kepentingan anda sendiri ketika anda mencoba memberikan pelayan selain sebagai seorang teman.’ Dia menambahkan: ‘Saya bukan tidak ingin mendengar apa yang engkau tawarkan, asalkan anda menghargai bahwa saya bukan untuk dijual.’ Orang yang akan mejadi tuan rumah dibuat serba salah, dan kemudian membuat jawaban dengan mengunakan istilah-istilah yang sesuai dengan istilah Rousseau. Ini merupakan ketrampilan psikologis dari Rousseau untuk membujuk orang. Dia menulis kepada Duc de Montmorency-Luxembourg yang meminjamkam sebuah rumah yang besar pinggiran kota Paris: ‘Saya tidak memuji atau berterimkasih pada anda. Tetapi saya tinggal di rumah anda. Setiap orang mempunyai bahasanya sendiri – saya berkata segala sesuatunya adalah milik saya.’ Skenarionya berjalan dengan baik, Duc de Montmonercy menjawab secara apologetis, ‘bukan anda yang berterimakasih kepada kami, tetapi Mashal dan Saya yang berhutang pada anda’.
Akan tetapi Rousseau tidak dipersiapkan hanya untuk hal-hal yang menyenangkan saja. Dia terlalu rumit dan menarik untuk itu. Bersamaan dengan serangkain kalkulasinya yang keras kepala dan dingin, ada elemen paranoia, semacam sakit mental yang penderitanya berkeyakinan bahwa orang lain ingin mengancamnya. Ini membuat dia tidak dapat hidup dengan nyaman. Dia bertengkar hebat dan bahkan secara permanen dengan orang-orang yang dekat dengannya dan khususnya orang-orang yang telah menolong dan melindunginya Dan setelah meneliti serangkain cerita tentang dirinya secara berulang-ulang dan menyakitkan bukan tidak mungkin tanpa sampai pada kesimpulan bahwa dia adalah orang yang sakit mental. Sakitnya ini tercampur rekat dengan pemikirannya yang jenius dan hebat, dan kombinasi ini menjadi sangat berbahaya baik bagi Rousseau maupun bagi orang lain. Pendirian tentang perilakunya yang selalu benar dan sangat bermoral adalah gejala utama dari sakitnya ini. Dan jika Rousseau tidak memiliki bakat yang baik, ini mungkin telah dapat terobati dengan sendirinya atau, paling buruk, menjadi tragedi pribadinya. Tetapi bakat luar biasanya sebagai seorang penulis membuat dirinya dapat diterima, menjadi selebriti dan bahkan populer. Ini adalah bukti bahwa pendiriannya kalau dia itu selalu benar bukanlah pertimbangan yang subjektif tetapi itu berasal berasal dari dunia yang terpisah, tentu, dari musuh-musuhnya.
Musuh-musuhnya ini kebanyakan adalah dulu teman-temannya atau orang-orang yang membantunya yang (Rousseau beralasan setelah dia bertengkar dengan mereka) mencari kelemahan musuh-musuhnya itu untuk mengeksploitasi atau menghancurkannya. Makna dari persahabatan tanpa pamrih adalah hal yang asing buat Rousseau. Karena dia merasa orang yang lebih baik dari orang lain, secara teori ini tidak dapat dirasakan oleh orang lain. Tindakan-tindakan dari semua ‘teman-teman’nya dianalisa secara hati-hati oleh dia sejak dari awal, dan pada saat mereka membuat langkah yang salah, Rousseua berada diatas mereka. Rousseau bertengkar dengan Diderot orang dimana Rousseau paling banyak berhutang. Dia bertengkar dengan Grim. Dia telah putus hubungan secara menyakitkan hati dengan Madame d’Épinay, seorang pelindungnya yang paling ramah. Dia bertengkar dengan Voltaire – ini memang hal yang mudah terjadi. Dia bertengkar dengan David Hume, seorang yang membawa Rousseau ke England dan seorang pahlwan yang menyambutnya dan berusaha dengan segala cara untuk membuat kunjungannya ke England sukses dan membuatnya bahagia. Masih banyak lagi cerminan tentang hal itu, misalnya, serperti petengkarannya dengan temannya dari Genewa Dr. Tronchin. Rousseau membuat tanda dari kebanyakan pertengkarannya dengan menulis surat-surat bantahan. Surat-surat ini menjadi diantara karya-karya briliannya yang ditulis dengan sejarah, kronologi yang mengada-ada untuk membuktikan bahwa teman-temannya yang membantunya itu adalah seorang monster. Surat yang dia tulis untuk Hume tertanggal 17 Juli 1766 sepanjang delapan belas halaman folio (dua puluh lima lebar kertas cetak) telah dipaparkan dalam biografi Hume sebagai ‘bersesuai dengan konsistensi logis dari orang gila. Surat itu menjadi dokumen yang paling brilian dan menyenangkan yang pernah dibuat oleh orang yang cacad mental.’
Rousseau secara beransur-ansur sampai pada keyakinan bahwa tindakan-tindakan permusuhan diantara orang-orang yang telah berbuat seolah-olah mencintainya adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri tetapi sebagai bagian dari pola yang berhubungan. Orang-orang tersebut adalah agen yang dalam plot jangka panjang akan menghalangi, menganggu dan bahkan menghacurkannya dan juga merusak karyanya. Dengan mengingat kembali pengalaman hidunya, dia memutuskan bahwa konspirasi telah terjadi ketika dia berumur enam belas tahun. Waktu itu dia menjadi seorang pesuruh kepada Comte de Vercellis. Dia berkata: ‘saya yakin bahwa dari saat ini saya menderita karena sebuah permainan untuk kepentingan rahasia yang akan menghancurkan saya dan membuat saya paham tentang sebuah perasaan ketidaksukaan yang tidak dapat dipahami untuk sebuah perintah jelas yang bertanggung jawab untuk itu.’ Kenyataanya, Rousseau diperlakukan lebih baik oleh penguasa-penguasa Perancis dibanding dengan penulis-penulis lainnya. Hanya ada satu usaha untuk menangkapnya, dan biasanya kepala sensor, Malesherbes, melakukan hal terbaik dengan membantunya untuk mempublikasikan bukunya. Akan tetapi, perasaan Rousseau bahwa dia adalah korban dari sebuah jaringan internasional muncul, khususnya, selama kunjungannya di England. Dia menjadi yakin bahwa Hume pada saat itu menjadi orang pembuat plot konspirasi yang dibantu oleh banyak asisten. Pada suatu saat, Rousseau menulis kepada Lord Camden, Konselor, yang menjelaskan bahwa hidupnya dalam bahaya dan meminta tentara untuk mengeluarkannya dari negara itu. Tetapi para Konselor waktu itu tidak terbiasa menerima surat dari orang gila, dan Camden tidak mengambil tindakan apapun. Tindakan-tindakan Rosseau di Dover pada saat sebelum keberangkatan sangat histeris, berlari diatas geladak kapal, mengunci diri di kabin, dan meloncat-loncat ditempat dan menunjuk kumpulan orang dengan klaim fantastis bahwa Thérèse adalah bagian dari konspirasi plot dan mencobanya untuk tetap di England dengan paksa.
Setelah kembali ke Perancis, dia membuat poster di depan pintunya yang menyebutkan keluhan-keluhannya tentang berbagai lapisan masyarakat yang melawannya seperti: pendeta, para intelektual, rakyat biasa, para wanita, dan orang-orang Swiss. Dia yakin bahwa Duc de Choiseul, Menteri Luar Negeri Perancis telah membuat konspirasi internasional dan meluangkan waktunya untuk menyusun jaringan luas yang bertugas untuk membuat hidup Rousseau menderita. Peristiwa-peristiwa publik seperti penangkapan Orang Perancis terhadap Corsica dirangkai olehnya menjadi sebuah kisah untuk menulis sebuah konstitusi. Cukup aneh, atas pemintaan Choisell, Rousseau menulis konstitusi yang hampir sama tentang kemerdekaan Polandia untuk kepentiangan orang-orang nasionalis disana. Ketika Choisel diturunkan dari kekuasaan pada tahun 1770, Rousseau cukup gusar: membuat tindakan sinis lainnya. Rousseau mendeklarasikan bahwa dia tidak pernah menemukan alasan-alasan yang real (selain identifikasinya tentang keadilan dan kebenaran) untuk ‘mereka’ menentukan hukuman baginya. Tetapi tidak ada keraguan tentang sebuat plot yang terperinci yang sangat tersembunyi dan tidak tampak: ‘Mereka akan membangun disekelilingku sebuah banguan kegelapan yang tidak dapat ditembus. Mereka akan menguburku hidup-hidup didalam peti jenazah… . Jika saya mengadakan perjalanan, segala sesuatu akan diatur dahulu untuk mengontrol kemana saja saya pergi. Sebuah bisikan kata akan diberikan pada para penumpang, para pengerdara bis, para penjaga rumah…. Hal-hal yang menakutiku akan disebarkan di sepanjang jalanku dimana setiap langkah yang saya ambil, pada segala sesuatu yang saya lihat, hatikku akan tercabik-cabik.’ Karya terakhirnya Dialogues avec moi-même (ditulis mulai 1772) dan Révéries du promeneur solitaire (1776) merefleksikan persekusi-mania ini. Ketika dia menyelesaikan karyanya Dialogues, dia menjadi yakin bahwa ‘mereka’ bermaksud untuk menghancurkannya, pada tanggal 24 Februay 1776 dia pergi ke Katedral Notre Dame dengan maksud mendapatkan perlindungan untuk manuskripnya dan meletakannya di Altar Tinggi. Tetapi gerbangnya terkunci secara misterious. Sindiran! Maka dia membuat enam salinan dan diberikan dengan kekuatan gaib kepada beberapa orang: satu untuk Dr. Johnson, seorang teman yang selalu berstoking biru dan Miss Brooke Boothy dari Lichfield. dan Miss Boothylah orang pertama yang mempublikasikan karya Rousseau tersebut pada tahun 1780. Pada saat itu, Rousseau tentu sudah ada dikuburnya, pasti dia masih yakin bahwa ada ribuan agen yang mengejarnya.
Penderitaan-pendiritaan dari pikiran yang disebabkan karena bentuk kegilaan ini nampak cukup jelas pada Rousseau, dan dari waktu ke waktu, tidak mungkin untuk tidak menaruh kasihan padanya. Dengan demikian, dia tidak dapat disingkirkan. Dia adalah salah seorang penulis yang paling berpengaruh yang pernah ada. Dia menghadirkan dirinya sebagai sahabat bagi kemanusiaan dan khususnya sebagai pemengang prinsip kebenaran dan kebajikan. Dia dulu dan sungguh sampai sekarang masih secara luas diterima semacam itu. Oleh karena itu, perlu bagi kita untuk melihat lebih dekat pada tindakannya sebagai penyampai kebenaran dan kebajikan’. Apa yang kita temukan? Issu kebenaran sangat significan karena setelah kematiannya, Rousseau terkenal dengan karyanya Confessions. Ini merupakan usaha pribadi memproklamirkan diri untuk menceritakan seluruh kebenaran hakiki dari kehidupan manusia, dalam satu hal, keberanan ini yang tidak pernah ada kecuali diusahakan. Buku ini adalah bentuk baru dari autobiografi kebenaran-ultra.
Rousseau membuat klaim absolut untuk kebenaran dari buku ini. Di musim dingin tahun 1770-1771, dia membacakannya di ruangan-ruangan yang diatur dengan baik selama lima belas sampai tujuh belas jam dengan istirahat makan. Korban-korban serangannya salah satunya adalah Madame d’Épinay. Madame d’Épinay meminta penguasa untuk menghentikan acara pembacaan tersebut. Rousseau setuju untuk berhenti tetapi pada akhir bacaannya dia menambahkan kata-kata: ‘Saya telah mengatakan kebenaran. Jika seseorang mengetahui fakta-fakta yang bertentang terhadap apa yang telah saya katakan, bahkan jika fakta-fakta itu telah dibukti seribu kali, semuanya adalah bohong dan semu……(siapa saja) yang mengamati dengan matanya sendiri sifat saya, karakter saya, moral, kecenderungan, kesenangan, kebiasaan saya dan dapat percaya kepada saya bahwa orang yang tidak jujur itu adalah dia sendiri, orang yang layak dicekik lehernya.’ Hal ini membuat pendengar diam terpana.
Rousseau membesar-besarkan julukannya menjadi penyampai kebenaran dengan mengklaim mempunyai memori yang hebat. Lebih penting, dia menyakinkan para pembaca dengan mengatakan bahwa dia ikhlas menjadi orang pertama mengungkapkan kehidupan seksnya secara terperinci, bukan dalam spirit untuk mengungkapkan keperkasaan, tetapi sebaliknya dengan rasa malu dan keengganan. Sebagaimana dia sepantasnya katakan, dengan mengacu kepada ‘labyrin kotor dan hitam’ tentang pengalaman kehidupan seksnya, ‘Ini bukan tentang kejahatan apa yang paling berat untuk dikatakan, tetapi tentang apa yang membuat kita merasa gila dan malu.’ Tetapi sejauh mana kemurnian dari keengganannya? Di Turin, ketika dia muda, dia berjalan-jalan di jalan gelap dan menampakan pantatnya telajang kepada para wanita: ‘Kesenangan bodoh yang saya pernah lakukan dalam menampakkannya didepan mata-mata yang tidak dapat didiskripsikan.’ Rousseau adalah pemapar yang alamiah dalam hal seks dan juga dalam hal-hal lain, dan ada kesenangan tersendiri dalam cara dia memaparkan kehidupan seksnya. Dia menunjukan kejantanannya, bagaimana dia menikmati di pukul pantatnya yang telanjang oleh saudara perempuan seorang pastor yang strik, Mademoiselle Lambercier, karena sengaja berbuat nakal agar dihukum, dan juga menyarankan kepada saudara tuanya, Mademoiselle Gorton, untuk memukulnya juga: ‘terbaring di kaki seorang nyonya rumah yang sombong, mematuhi perintahnya, meminta maaf – cara ini untuk saya merupakan sebuah kenikamatan yang indah’. Dia menceritakan bagaimana sebagai seorang anak, dia melakukan mastubasi. Dia mempertahankan ini karena hal ini mencegah seorang anak muda dari terjangkiti penyakit dan karena, ‘kebiasaan ini membuat orang yang penakut dan pemalu menemukan sesuatu yang sangat nyaman lebih dari satu kenikmatan khayalan-khayalan yang hidup: ini memungkinkan bagi para pelakunya menjalaninya dengan semua wanita dalam hasratnya dan membuat keindahan memberikan keyamanan yang mengoda mereka tanpa harus memperoleh ijinnya.’ Dia memberikan gambaran sebuah usaha mengodanya dari seorang homoseksual di rumah sakit Turin. Dia mengakui bahwa dia telah memceritakan kesenangan Madame de Warens dengan tukang kebunnya. Dia mendiskripsikan bagaimana dia tidak mampu melakukan hubungan cinta dengan seorang gadis ketika dia tahu bahwa gadis itu tidak mempunyi puting susu sebelah, dan mencatat tindakannya tanpa melibatkan dia, ‘membiarkan wanita sendirian dan belajar matematika’. Dia menekankan melakukan masturbasi dalam kehidupannya belakangan karena lebih nyaman dibanding dengan mencari kehidupan cinta yang aktif. Dia memberikan kesan sebagian sengaja, sebagian tidak sengaja, bahwa sikapnya terhadap seks tetap kekanak-kanakan pada intinya.
Pengakuan-pengakuan yang rusak ini membangun kepercayaan terhadap pandangan Rousseau tentang kebenaran, dan dia memperkuatnya dengan menghubungkannya dengan episode-episode non-seksual lainnya yang memalukan seperti mencuri, berbohong, pengecut dan pembelotan. Tetapi ada elemen kebohongan disini. Tuduhan-tuduhan atas dirinya digunakan untuk membuat tuduhan-tuduhan yang dibuat sesudahnya untuk menyerang musuh-musuhnya menjadi jauh lebih meyakinkan. Dideriot mengamatinya dengan geram, ‘dia mendiskripsikan diri dengan cara yang menjijikan untuk membuat tuduhan yang tidak adil dan kasar bahwa orang lain sama dengannya.’ Lebih-lebih lagi, cara penuduhan terhadap diri sendiri adalah bersifat memperdaya karena dalam setiap tuduhan dia mengikutinya dengan pengakuan terus terang yang dipresentasikan dengan cara membuktikan bahwa tuduhan itu bukan suatu kesalahan sehingga pembaca akhirnya bersimpati kepadanya dan memberikan kredit atas kejujurannya. Kemudian lagi, kebenaran-kebenaran yang dipresentasikan oleh Rousseau sering menjadi kebenaran yang hanya separuh benar: kejujurannya yang selektif dalam beberapa hal merupakan aspek yang paling tidak jujur, baik itu dalam bukunya Confessions maupun dalam surat-suratnya. Fakta-fakta yang dia akui secara terus terang dalam pandangan sarjana modern tampak tidak akurat, menyimpang atau bahkan tidak ada. Ini kadang-kadang sangat jelas bahkan hanya dengan melihatnya dari bukti-bukti internal saja. Demikaian pula, dia memberikan pertimbangan yang sangat berbeda tentang homoseksual dalam karya Émile dan Confessions. Ceritanya secara keseluruhan adalah sebuah mitos saja. Dia memberikan informasi tentang tahun kematian ayahnya salah dan mendiskripsikannya ‘sekitar enampuluh’, yang pada kenyataannya dia adalah tujuh puluh lima. Dia berbohong tentang keadaan dia selama tinggal di rumah sakit Turin, yang merupakan salah satu periode kritis dalam hidupnya. Hal tersebut muncul secara sedikit demi sedikit dan mengambarkan bahwa tidak ada penyataan dalam Confessions yang dapat dipercaya jika tidak didukung dengan bukti-bukti eksternal. Sungguh sangat sulit untuk tidak percaya kepada salah ahli kritik modern, J.H. Huizinga, yang mengkritik karya Rousseau dan menyatakan bahwa klaim-klaim kuat dalam Confessions tentang kebenaran dan kejujuran membuat distorsi dan kesalahan yang begitu memalukan: ‘Semakin orang membacanya secara penuh perhatian dan membaca lagi, semakin dia memahami isinya, semakin banyak lapisan celanya menjadi jelas kelihatan’. Apa yang membuat ketidakjujuran Rousseau berbahaya – apa yang membuat temuannya ditakuti oleh bekas teman-temannya – adalah ketrampilan dan kecerdasannya yang kejam dalam mempresentasikan karyanya. Sebagaimana penulis biografinya, Professor Crocker menuliskannya: ‘Semua sebab pertengkarannya (seperti dalam episode Vinisian) mempunyai keyakinan, kefasihan dan udara keikhlasan yang menarik, kemudian fakta-fakta tersebut muncul menjadi sebuah kejutan.
Banyak pengabdian Rousseau untuk kebenaran. Apakah kebajikannya? Dia berkata bahwa dia lahir untuk mencintai, dan dia mengajarkan doktrin cinta secara kontinyu dibanding dengan para rohaniawan. Kemudian seberapa baik dia mengungkapkan cintanya dengan orang yang terdekat dengannya? Kematian ibunya membuatnya kehilangan kehidupan normalnya dari sejak lahir. Dia tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadapnya dalam berbagai hal karena dia tidak pernah tahu ibunya. Dalam hal lain, dia menunjukkan tak ada perasaan kasih, atau benar-benar berkepentingan terhadap anggota keluarga yang lain. Kematian ayahnya tidak berarti apa-apa baginya dan kematiannya tidak lain hanyalah kesempatan baginya untuk mendapat warisan. Dalam hal ini perhatian terhadap saudaranya yang hilang muncul setidaknya untuk membuktikan bahwa dia telah mati, sehingga uang keluargannya dapat dapat menjadi miliknya. Dia melihat keluarganya berdasarkan uang. Dalam Confessions, dia mendiskripsikan, ‘salah satu ketidakkonsistenan saya yang nyata – bertemunya ketamak kotor dengan kejijikan terhadap uang.’ Tidak ada banyak bukti tentang kejijikannya terhadap uang dalam hidupnya. Ketika warisan keluargannya jatuh ketangannya, dia mengambarkan waktu menerima surat wasiatnya. Dia berusaha semampunya untuk menunda membuka surat tersebut sampai hari berikutnya. Kemudian: ‘Saya membukannya dengan sengaja secara pelan-pelan dan menemukan surat pesanan uang didalamnya. Saya pertama-tama merasakan banyak kebahagian tetapi saya bersumpah yang paling menyenangkan adalah telah menguasai diri saya sendiri.’
Jika sikap-sikap diatas adalah sikap terhadap keluargannya yang sebenarnya, bagaimana dia memperlakukan ibu asuhnya, Madame de Warens? Jawabannya adalah : pelit. Madame de Warans telah menyelamatkannya dari kemelaratan tidak kurang dari empat kali, tetapi ketika Rousseu kemudian menjadi kaya dan Madame de Warens menjadi miskin, Rousseau hampir tidak pernah membantunya. Menurut hitungan Rousseau, dia telah mengirim ‘sedikit’ uang ketika dia diwarisi harta keluarganya pada tahun 1740-an, tetapi dia menolak untuk memberinya lebih dengan alasan uang tersebut hanya akan diambil oleh ‘penipu’ yang hidup disekelilingnya. Ini adalah alasan. Beberapa saat kemudian Madame de Warens meminta bantuan uang kepadanya namun tidak ada jawaban sama sekali. Dia menghabiskan masa dua tahun terakhirnya dalam kesengsaraan dan kematiannya pada tahun 1761 mungkin disebabkan karena kekurangan gizi. Comte de Charmette yang tahu keduanya, benar-benar mengutuk Rousseau karena kegagalannya untuk kembali menjengut Madame de Warens atau setidaknya sebagai bagian dari biaya orang yang telah membantu dan melindunginya dulu. Rosseau kemudian berhubungan lagi, dalam karyanya Confessions , dengan mengatakannya sebagai ‘ibu dan wanita terbaik’. Dia mengklaim tidak menulis surat untuknya karena dia tidak mau melihat Madame de Warens menderita karena mengetahui masalah-masalahnya. Dia mengakhiri: Pergi, rasakan buah-buah kemuliaanmu dan siapkanlah tempat untuk muridmu serperti yang dia harapkan yang akan dia tempati disampingmu suatu hari nanti! Berbahagialah dalam kemalanganmu karena Surga telah meminjamkan kacamata kejamnya padamu.’ Itulah Rousseau yang memperlakukan kematiannya dalam konteks yang benar-benar egosentris.
Apakah Rousseau mampu mencintai wanita tanpa pesanan kuat untuk mementingkan diri sendiri? Menurut pengakuannya sendiri, ‘cinta pertamaku dan hanya satu-satunya adalah Sophie, Comtesse d’Houdetot, adik ipar dari orang yang banyak membantunya, Madame d’Épinay. Rousseau mungkin telah mencintai Sophie, tetapi Rousseau berkata bahwa dia telah memberikan peringatan dalam surat cintanya yang mana publikasi dari surat-surat itu telah merusak citra Sophie disebabkan karena dia. Dengan Thérèse Levarseur, seorang tukang cuci yang berumur 23 tahun yang dijadikan kekasihnya pada tahun 1745, dan tetap bersamanya selama tiga puluh tiga tahun sampai kematian Rosseau. Rousseau berkata bahwa dia tidak pernah merasakan gemerlapnya cinta padanya…..kebutuhan sesusual yang saya puas dengannya adalah hanyalah seksual semata dan tidak ada hubungan dengannya secara individual. Dia menulis, ‘Saya berkata kepadanya bahwa saya tidak akan pernah meninggalkannya dan juga tidak pernah mengawininya.’ Seperempat abad kemudian, Rosseau mengadakan perkawinan semu dengannya didepan beberapa temannya tetapi mengunakan kesempatan tersebut untuk membuat pidato yang menyatakan bahwa masa depan dan orang-orang yang akan hidup kemudian akan mendirikan patung untuknya dan ‘pada saat itu, bukan kehormatan kosong telah menjadi seorang teman dari Jean-Jacques Rousseau.’
Dalam satu hal Rousseau membenci Thérèse sebagai orang kasar, pelayan buta huruf dan membenci dirinya sendiri karena bergaul dengan dia. Rousseau menuduh ibunya tamak dan saudara laki-lakinya mencuri empat puluh dua baju bagusnya (Tidak ada bukti bahwa keluarga Thérèse seburuk seperti yang Rousseau gambarkan). Dia berkata bahwa Thérèse tidak hanya tidak dapat membaca atau menulis tetapi juga tidak tahu mengatakan jam berapa dan tidak mengerti hari itu hari apa. Rosseau tidak pernah mengajaknya keluar dan ketika Rosseau mengundang kawan-kawannya makan malam Thérèsa tidak diijinkan untuk duduk bersama. Dia membawa masuk makanan kedalam dan Rousseau ‘bersenang-senang diatas penderitaanya’. Untuk menghibur Duchesse de Montmorency-Luxembourg Rousseau mengkompilasi sebuah katalog tentang pekerjaan Thérèse. Bahkan beberapa teman besarnya merasa terkejut dengan cara penghinaan yang Rousseau gunakan untuk Thérèse. Orang-orang pada saat itu berpendapat berbeda-beda sehubungan dengan Thérèse ini, sebagian melihatnya sebagai gosip saja. Sebagian lain menggambarkan Thérèsa dalam kondisi terhitam. Tetapi Thérèse mempunyai banyak pembela juga.
Sungguh, Rousseau juga memberikan pujiannya kepada Thérèse sebagai: ‘wanita yang berhati malaikat’, ‘lembut dan baik hati’, ‘konselor yang hebat’, ‘gadis sederhana tanpa kegenitan’. Rousseau mendapatinya sebagai seorang yang ‘takut-takut dan mudah didominasi’. Pada kenyataanya tidak jelas sama sekali apakah Rousseau memahaminya atau mungkin karena dia terlalu terobsesi untuk mempelajari pribadi Thérèse. Gambaran yang paling dapat dipercaya adalah yang diberikan oleh James Boswell, orang yang telah mengujungi Rousseau lima kali pada tahun 1764 dan kemudian dia melarikan Thérèse ke England. James mendapati Thérèse sebagai seorang gadis kecil Perancis yang rapi dan menyenangkan. Boswell menyuapnya agar dapat mempunyai akses ke Rousseau dan Boswell mampu membujuk Thérèse untuk memberikan dua surat dari Rousseau untuknya (hanya satu yang ada). Surat tesebut mengungkapkan bahwa hubungan mereka mesra dan intim. Thérèse bercerita kepada Boswell: ‘Saya telah bersama dengan Rousseau selama dua puluh dua tahun. Saya tidak akan menyerah untuk menduduki tempat sebagai Ratu Perancis.’ Sebaliknya, suatu ketika Boswell menjadi teman bepergiannya, dia mengoda Thérèse tanpa kesulitan sedikitpun. Gambaran langkah demi langkah affair nya dipotong dari manuskrip catatan hariannya oleh Badan Sensor Sastra dan gap yang ada ditandai dengan kata-kata ‘Bacaan Tercela’. Namun masih ada yang tersisa satu kalimat yang mana Boswell mencatat kejadian itu di Dover: ‘Kemarin pagi saya masuk ke kamar tidurnya pagi-pagi sekali dan melakukannya sekali: tiga belas kali semuanya’. Dan itu cukup bagi Boswel untuk mengungkapkan bahwa Thérèse merupakan wanita yang mendunia dan jauh lebih rumit dibanding dengan bagaimana orang menganggapnya. Jadi hal yang sebenarnya tampaknya dia mengabdikan diri pada Rousseau dalam segala hal, tetapi dia telah diajari oleh perilaku Rousseau sendiri untuk mengunakan Rousseau sebagaimana Rousseau mengunakan dia. Kasih sayang Rousseau yang terhangat adalah kepada binatang. Boswell mencatat pemandangan bahagianya bermain dengan kucing dan anjingnya. Rousseau memberikan kasih sayangnya kepada anjing dan kucingnya cinta yang tidak pernah diberikan pada manusia. Bahkan Anjing yang dibawa bersamanya ketika ke London hampir-hampir membuatnya tidak hadir dalam pertunjukan Drama Garrick yang telah disusun untuknya di Drury Lane.’
Rousseau menjaga dan bahkah menyayangi Thérèse karena Thérèse dapat melakukan yang binatang tidak dapat melakukan untuknya: memasang selang untuk menghilangkan penyempitannya, misalnya. Rousseau tidak akan pernah memberi toleransi kepada pihak ketiga untuk mencampuri hubungannya: Rousseau menjadi marah, misalnya, ketika sebuah penerbit mengirim Thérèse sepotong baju. Rousseau langsung memveto dengan sebuah rencana akan memberikannya pensiun, yang mungkin akan membuatnya tidak tergantung pada Rousseau lagi. Hampir semua, Rousseaupun tidak akan mengijinkan anak-anak untuk menganggu klaim-klaimnya terhadap Thérèse, dan ini membawanya kearah kejahatan yang paling besar. Karena sebagian besar teori Rousseau terletak pada teori bagaimana cara membesarkan anak – pendidikan adalah tema yang mendasari karyanya Dicours, Emile, Social Contract dan bahkan La Nouvelle Héloïse – ini mengherankan bagaimana kehidupan yang sesungguhnya sangat berbeda dengan apa yang ditulis, Rousseau tidak begitu banyak menaruh perhatian kepada anak. Tidak ada bukti apapun yang membukti bahwa dia meneliti anak-anak untuk membuktikan teorinya. Dia mengklaim tak seorang pun yang menikmati bermain dengan anak-anak melebihi dirinya, tetapi anekdot yang kita buat untuk dia dalam kapasitas ini tidak menyenangkan. Pelukis Delacroix menceritakan dalam Journal (31 Mei 1824) bahwa seorang laki-laki menceritakan kepadanya telah melihat Rousseau di Taman Tuileries: ‘Bola dari seorang anak mengenai kaki sang filsuf. Sang Filsuf marah dan mengejar anak itu denga membawa sepotong tebu.’ Dari apa yang kita tahu tentang karakternya, tidak mungkin Rousseau pernah menjadi seorang ayah yang baik. Berhubungan dengan hal ini, kejutan-kejutan yang menyakitkan akan muncul ketika tahu orang tahu apa yang Rousseau lakukan terhadap anak-anaknya sendiri.
Anak pertamanya dilahirkan Thérèse pada Musim dingin tahun 1746-1747. Kita tidak tahu apa jenis kelaminnya. Bayi itu tidak pernah diberi nama. Dengan (dia berkata) ‘kesulitan yang terbesar di dunia’, dia membujuk Thérèse agar bayi dibuang untuk ‘menyelamatkan kehormatannya’. Thérèse ‘mematuhinya dengan desahan’. Rousseau menepatkan bayinya dalam kotak kardus dan membungkusnya dengan pakai bayi dan meminta kepada bidannya untuk menjatuhkan bukusan itu di Hôpital des Efants-trouvés. Empat bayi lainnya yang dilahirkan Thérèse dibuang dengan cara yang sama. Tak satupun yang diberi nama. Ini kemungkinan bahwa bayi-bayi itu hidup sangatlah tipis karena sejarah dari institusi itu, Hôpital des Efants-trouvés, seperti yang dipaparkan dalam Mercure de France pada tahun 1746 telah kelebihan bayi buangan yang jumlahnya lebih dari 3000 dalam satu tahun. Pada tahun 1758 seperti yang dicatat oleh Rousseau sendiri jumlah totalnya meningkat menjadi 5082. Sampai tahun 1772, jumlah rata-ratanya hampir 8000. Dua pertiga dari bayi tersebut mati pada usia sebelum satu tahun. Empat belas dari seratus bayi dan dari kelima bayi tersebut hidup sampai dewasa, dan hampir semuanya menjadi pengemis dan gelandangan. Rousseau tidak pernah mencatat tanggal lahir dari kelima anaknya tersebut dan tidak pernah tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi terhadap mereka kecuali sekali pada tahun 1761, ketika Thérèse akan menemui ajalnya. Dia berusaha asal-asalan, dan segere berhenti, untuk mencari tahu apa gerangan yang telah terjadi dengan anak pertamanya.
Rousseau tidak dapat menutupi rahasia kelakuannya secara keseluruhan. Pada beberapa kesempatan pada tahun 1751 dan lagi tahun 1761, dia harus mempertahankan diri dengan surat-surat pribadinya. Kemudian pada tahun 1764 Voltaire yang marah karena serangan-serangan sebagai seorang atheis dari Rousseau membuat pamflet anomim yang ditulis kepada seorang Pastor Geneva yang berjudul Le Sentiment des Citoyens. Voltaire secara terbuka menuduh Rousseau membuang lima bayinya, selain itu dia juga menyatakan bahwa Rousseau itu seorang pembunuh dan berpenyakit raja singa. Bantahan-bantahan Rousseua terhadap pamflet ini pada umumnya diterima. Walaupun demikian Rousseu menelurkannya dalam sebuah episode dan inilah yang menjadi faktor penentu bagi Rousseau untuk menulis karyanya Confessions dimana pada dasarnya karya ini dirancang untuk membantah atau memperingan fakta-fakta yang telah diketahui oleh publik. Dua kali dalam karya ini dia mempertahankan diri dalam hal-hal yang berhubungan dengan bayi-bayinya dan dia menulis kembali tentang masalah ini dalam bukunya Reveries dan berbagai surat-suratnya. Secara keseluruhan usahanya untuk mempertahan diri baik secara publik maupun pribadai telah tersebar selama dua puluh lima tahun dan sangat beragam. Namun usaha-usaha tersebut hanya membuat keadaan semakin buruk karena berisi kekasaran dan egoisme yang bercampur dengan kemunafikan. Pertama-tama dia menyalahkan lingkaran intelektual yang atheis diantaranya dia meletakan ide-ide tentang yatim piatu Kemudian dilanjutkan dengan ide mempunyai anak itu ‘tidak nyaman’. Dia tidak mampu untuk melakukannya. ‘Bagaimana mungkin saya dapat memperoleh ketenangan pikiran yang saya perlukan untuk membuat karya-karya saya, jika loteng saya dipenuhi dengan urusan domestik dan kegaduhan anak-anak?’ Dia terpaksa membungkuk-bungkuk dalam karya yang semakin terdegradasi, ‘untuk hal-hal yang remeh semacam itu membuat saya terisi ketakutan yang sudah sewajarnya’, ‘Saya tahu sepenuhnya dengan baik, tak ada seorang ayah yang lebih lembut daripada saya’. Tetapi Rousseau tidak ingin anaknya berhubungan dengan ibunya Thérèse, ‘Saya gemetar untuk memberikan kepercayaan kepada keluarga yang sakit itu’. Secara kasar, bagaimana mungkin orang yang mempunyai karakter moral yang tinggi akan melakukan kesalahan semacam itu? ‘…..cinta saya sangat kuat kepada keagungan, kebenaran, keindahan, dan keadilan; ketakutan saya terhadap setiap keburukan, ucapan ketidakmampuan saya untuk membenci atau melukai atau bahkan memikirkannya; emosi yang indah dan manis dimana saya merasakannya dengan pandangan bahwa semua itu baik, murah hati, dan menyenangkan. Saya bertanya, apakah mungkin semuanya ini dapat setuju dalam hati yang sama dengan keburukan moral yang menginjak-injak dibawah kakinya hal yang terindah dari kewajiban-kewajiban itu, tanpa sedikitpun keberatan? Tidak! Saya merasa dan mengatakan dengan jelas dan tegas - itu tidak mungkin! Tidak pernah dalam sedetik hidupnya, Jean-Jacques menjadi seorang laki-laki tanpa perasaan, tanpa rasa kasih, atau seorang ayah yang dibuat-buat.’
Berdasarkan kebajikannya sendiri, Rousseau merasa berkewajiban untuk terus melanjutkan dan mempertahankan semua tindakan-tindankannya dengan dasar yang positif. Dalam hal ini, hampir secara kebetulan, Rousseau membawa kita langsung kedalam pertimbangan hati, baik tentang masalah pribadinya maupun filosi politiknya. Benar untuk mendudukan desertasi tentang anak-anaknya tidak hanya karena itu merupakan satu-satunya contoh yang paling menonjol dari perasaan tidak berperikemanusiaannya tetapi itu karena juga merupakan bagian organis dari proses menghasilkan teorinya tentang politik dan peranan negara. Rousseau menganggap dirinya sebagai anak buangan. Sejuah itu, dia tidak pernah benar-benar dibesarkan oleh orangtuanya, tetapi dia tetap menjadi anak yang mandiri sepanjang hidupnya, berjalan dari Madame de Warens yang berlaku sebagai ibunya sampai dengan Thérèse sebagain orang yang merawatnya. Ada banyak tulisan dalam bukunya Confessions dan masih banyak lagi dalam surat-suratnya yang menekankan tentang elemen anak. Banyak orang yang telah berhubungan dengan dia – Hume misalnya – melihat Rousseau sebagai seorang anak. Mereka mulai berpikir tentang Rousseau sebagai seorang anak yang tidak membahayakan dan dapat diatur dengan pertimbangan jika mereka berhubungan dengan anak nakal dan cerdas. Karena Rousseau merasa (dalam beberapa hal) sebagai seorang anak, ini membuat dia tidak dapat membesarkan anak-anaknya sendiri. Sesuatu harus mengantikannya dan sesuatu itu adalah Negara dalam bentuk rumah yatim-piatu.
Oleh karena itu, Rousseau berargumen bahwa apa yang dia lakukan adalah ‘sebuah rencana yang masuk akal dan baik.’ Itu benar-benar sama dengan apa yang telah disampaikan oleh Plato. Anak-anak akan ‘menjadi lebih baik jika tidak dibesarkan dengan kelembutan karena itu akan membuatnya kuat dan sehat.’ Mereka akan ‘menjadi jauh lebih bahagia dibanding ayah-ayah mereka’. Rousseau menulis, ‘Saya berkeinginan dan terus tetap berkeinginan untuk dapat dibesarkan dan diasuh dengan cara mereka itu.’ ‘Seandainya saya boleh mempunyai keberuntungan yang sama dengan mereka.’ Pendeknya, dengan mentransfer tangungjawabnya kepada negara, Rousseau berkata, ‘Saya pikir saya telah melakukan tindakan sebagai seorang warga negara dan seorang ayah dan saya melihat diri saya sendiri sebagai anggota dari Republik Plato’.
Rousseau menegaskan bahwa dengan menelurkan perilaku terhadap anak-anaknya semacam itu akhirnya menuntun dia untuk memformulasikan teori pendidikan yang tuangkan dalam bukunya Émile. Hal ini juga membantunya dalam menulis bukunya Social Contract, yang dicetak pada tahun yang sama. Bermula dari sebuah proses justifikasi diri pribadi dalam hal tertentu – serangkaian alasan-alasan pemikiran cepat dan sakit karena perilakunya sendiri yang mana dia pasti tahu itu tidak alami – secara berangsur-angsur berubah, karena pengulangan-pengulangan dan tumbuhnya harga diri yang menguat keyakinannya, menjadi dalil bahwa pendidikan adalah kunci peningkatan moral dan peningkatan sosial. Karena itu adalah kunci peningkatan moral dan sosial maka itu adalah kewajiban dari Negara. Negara harus membentuk pemikiran dari semua warga negara, tidak hanya pemikiran anak-anak (seperti yang digambarkan Rousseau dalam institusi yatim-piatu) tetapi juga pemikiran warga negara yang dewasa. Dengan serangkaian logika moral yang remeh, kesalahan Rousseau sebagai orangtua dihubungkan dengan pengembangan ideologinya tentang negara totaliter masa depan.
Kekacauan selalu melingkupi ide-ide politik Rousseau kerana dia dalam beberapa hal adalah seorang penulis yang tidak konsisten. Dalam beberapa bacaan dalam karyanya dia nampak menjadi seorang yang konsevatif yang menentang revolusi: ‘Berpikir tentang bahaya-bahaya dari pengerakan masa’. ‘Orang-orang yang membuat revolusi hampir selalu berakhir dengan membawa kepada dirinya sendiri godaan-godaan yang membuat rantai-rantai mereka lebih berat dari sebelumnya.’ ‘Saya tidak akan berhubungan dengan plot revolusi yang selalu mengarahkan pada ketidakteraturan, kekerasan dan pertumpahan darah.’ ‘Kebebasan dari keseluruhan ras manusia tidak hanya bernilai satu nyawa manusia.’ Tetapi disisi lain tulisan-tulisannya juga mengandung kebencian radikal, ‘Saya benci keagungan, saya benci kelas mereka, kekasaran mereka, prasangka mereka, kepicikan mereka, semua sifat buruk mereka.’ Dia menulis kepada salah satu wanita bangsawan, ‘ini kekayaan kelas, kelasmu, yang mencuri dariku, roti anak-anaku,’ dan dia mengakui ‘mempunyai kebencian tertentu kepada orang sukses dan kaya, seolah-olah kekayaan dan kebahagian mereka diperoleh karena mengorbankan saya. ’Orang-orang kaya adalah serigala-serigala lapar yang sekali saja mereka merasakan daging manusia, akan menolak semua makanan pengantinya.’ Banyak sekali aforismenya dengan nada radikal kuat yang membuat buku-bukunya sangat menarik khususnya bagi anak muda. “Buah-buah dari bumi milik kita semua, dan bumi itu sendiri bukan milik siapa-siapa.’ ‘Manusia lahir bebas dan dimana-mana saling berhubungan.’ Entrinya dalam Encyclopédie pada ‘Political Economy’ meringkas sikap kelas pemerintah: ‘Kamu membutuhkan saya karena saya kaya dan kamu miskin. Mari kita buat perjanjian: Saya ijinkan kamu untuk mendapat kehormatan melayani saya, asalkan kamu memberikan pada saya apa saja yang membuat kamu menghalangi saya untuk memerintahmu.’
Walaubagaimanapun, kita sudah mengetahui keadaan yang Rousseau ingin ciptakan, pandangannya bermula untuk melengkapi satu sama lain. Perlu untuk menganti masyarakat yang ada dengan sesuatu yang benar-benar berbeda dan egaliter. Tetapi untuk membuat ini agar tercapai, kekacauan revolusioner tidak dapat dicegah. Orang-orang kaya dan orang yang mempunyai hak istimewa, sebagai kekuatan pemerintah, akan diganti oleh Negara yang mempunyai Jenderal Will dimana semuanya membuat janji untuk mematuhinya. Kepatuhan semacam itu akan menjadi naluriah dan suka rela karena Negara dengan sebuah prosses sistematis mengunakan teknik budaya akan menanamkan nilai-nilai kebajikan untuk semua warganya. Negara adalah ayah, the patrie dan semua warga negaranya adalah anak-anaknya dari rumah yatim piatu. (oleh karena itu, ucapan Dr. Johson yang memotong semua alur pikiran Rousseau yang menyesatkan, ‘Patriotisme adalah pengungsian terakhir dari seorang yang jahat). Dan benar anak-anak negera, tidak seperti anak Rousseau sendiri, setuju untuk memberikan kepada negara secara bebas perjanjian itu. Dengan demikian melalui keinginan kolektifnya, mereke merupakan legitimasinya, setelah itu, mereka tidak mempunyai hak untuk merasa terhalang, karena telah menginginkan hukum, mereka harus cinta dengan kewajiban-kewajiban yang diberikan padanya.
Meskipun Rousseau menulis tentang Jendral Will berkenaan dengan kebebasan, hal tersebut secara esensial merupakan sebuah instrument otoriter, sebuah bayangan awal dari ‘demokrasi terpusat’nya Lenin. Hukum dibawah Jendral Will harus, secara definisi, mempunyai otoritas moral. ‘Rakyat yang membuat hukum untuk diri mereka sendiri tidak mungkin tidak adil’. ‘Jenderal Will selalu benar.’ Lebih-lebih lagi, asalkan Negara ‘bermaksud baik’ (tujuan jangka panjangnya yang diinginkan), inteprestasinya, Jenderal Will dapat dibiarkan menjadi pemimpin karena ‘rakyat tahu dengan baik kalau Jenderal Will akan selalu memenangkan keputusan yang paling kondusif untuk kepentingan publik.’ Oleh karena itu, jika ada individu yang beroposisi dengan Jendral Will, itu merupakan kesalahan: ‘Ketika pendapatnya bertentangan dengan kemenangan saya sendiri, ini hanya menunjukkan bahwa saya salah dan apa yang saya pikirkan tentang Jenderal Will tidaklah begitu.’ Sungguh ‘jika pendapat saya benar berlaku pada suatu waktu, saya telah mencapai apa yang bertentangan dengan keinginan saya dan oleh karena itu, saya harus tidak bebas.’ Disini kita berada hampir sama dengan di wilayah panas Arthur Koestler dalam bukunya Darkness at Noon atau bukunya George Orwell ‘Newspeak.’
Negara menurut Rousseau tidak hanya otoriter, tetapi juga totaliter karena negara mengatur setiap aspek kehidupan manusia, termasuk pemikiran. Dalam bukunya Social Contract, setiap pribadi diwajibkan untuk ‘memindahkan semua haknya ke komunitas secara keseluruhan (yaitu Negara).’ Rousseau berpendapat bahwa ada sebuah konflict tak dapat dihilangkan antara sifat manusia yang mementingkan diri sendiri dan tugas sosialnya, antara Manusia dan Negara. Dan itu membuat manusia menderita. Fungsi dari kontrak sosial dan Negara adalah untuk membuat manusia satu keseluruhan: ‘Membuat manusia itu satu, dan kamu akan membuatnya bahagia. Berikan semua kepada Negara, atau biarkan dia semua pada diri mereka sendiri. Tetapi jika kamu membagi hatinya, kamu telah merobeknya menjadi dua.’ Oleh karena itu, kamu harus memperlakukan warga negara sebagai anak dan mengontrol pertumbuhan dan pikiran mereka untuk menanamkan ‘hukum sosial kedalam hati mereka.’ Mereka kemudian menjadi ‘manusia sosial karena sifat-sifatnya dan warga negara karena perilakunya.’ Mereka adalah satu, mereka akan baik, mereka akan bahagia, dan kebahagian mereka akan menjadi kebahagiaan Republik.’
Prosedur ini mempersyaratkan penyerahan total. Sumpah kontrak sosial asli dalam konstitusi proyeksi untuk Corsica berbunyi: ‘Saya mengikat diri saya sendiri, tubuh, harta, kemauan dan semua kekuatan saya, kepada Negara Corsica, mengakui kepemilikan negara atas saya, saya sendiri dan apa-apa yang bergantung kepada diri saya.’ Dengan demikian, Negara akan ‘memiliki manusia dan seluruh kekuatannya’ dan mengontrol setiap aspek kehidupan sosial dan ekonominya yang mana ini akan menjadi tidak nyaman, anti-kemewahan dan anti-perkotaan, rakyat tidak diijinkan masuk ke kota kecuali mendapat ijin khusus. Dalam beberapa hal, Negara Rousseau yang direncanakan untuk Corsica menyebabkan lahirnya Rejim Pol Pot yang mencoba menciptakan negara semacam itu di Kamboja, dan ini tidaklah begitu mengherankan karena pemimpin-pemimpin rejim itu dididik di Paris dan telah menyerap semua ide-ide Rousseau. Tentulah, Rousseau sangat yakin bahwa negara semacam itu akan diperdebatkan karena rakyatnya akan dilatih untuk menyukai negara. Dia tidak mengunakan istilah ‘brainwash’ tetapi dia menulis: ‘Mereka yang mengontrol opini rakyat, mengontrol juga tindakan-tindakan mereka’. Kontrol semacam itu dibangun dengan memperlakukan warga negaranya, dari sejak bayi, sebagai anak-anak negara, yang dilatih untuk ‘mempertimbangkan diri mereka sendiri hanya berhubungan dengan Lembaga Negara.’ ‘Untuk tidak menjadi apa-apa kecuali dengan negara, mereka tidak akan menjadi apa-apa kecuali untuk negara. Negara akan memiliki mereka semua dan negara menjadi milik mereka semua.’ Lagi, ini telah menyebabkan lahirnya doktrin sentral Fasis Mussolini, ‘Segala sesuatu didalam Negara, tidak ada satupun diluar Negara dan tidak ada satupun melawan Negara’. Dengan demikian proses pendidikan merupakan kunci sukses dari teknik pembudayaan yang dibutuhkan untuk membuat Negara dapat diterima dan sukses. Poros dari ide-ide Rousseau ini adalah warga negara sebagai anak dan Negara sebagai orangtua, dan dia menekankan bahwa pemerintah harus sepenuhnya membesarkan semua anak-anaknya. Oleh karena itu, dia mengusulkan proses politik bermula pada kedudukan yang yang sangat sentral dari keberadaan manusia dengan membentuk sebuah legislator yang juga merupakan pendidik yang mampu memecahkan semua masalah-masalah manusia dengan menciptakan Manusia-Manusia Baru. Rousseau menulis, ‘Segala sesuatu pada dasarnya tergantung pada politik.’ Kebajikan adalah produk dari pemerintah yang baik. Proses politik dan jenis negara baru yang dihasilkannya merupakan obat universal untuk sakitnya umat manusia. Politik akan melakukan semuanya. Dengan demikian Rousseaulah yang menyiapkan blueprint khayalan dan kebodohan prinsip pada abad dua puluh ini.
Reputasi Rousseau selama hidupnya dan pengaruhnya setelah kematiannya memunculkan banyak pertanyaan yang menganggu tentang mudah tertipunya manusia dan juga tentang kebiasaan manusia yang menolak untuk mengakui kesalahnya walupun sudah ada bukti. Hal-hal yang ditulis oleh Rousseau sangat tergantung pada lenkingan klaimnya bahwa dia tidak hanya menjadi orang bijak, tetapi menjadi orang yang paling bijak pada masanya. Mengapa klaim ini tidak hancur dalam kehinaan dan celaan ketika kelemahan dan kebusukannya telah menjadi tidak hanya pengetahuan publik, tetapi juga menjadi bahan debat interansional? Walau bagaimanapun, orang-orang yang membantah Rousseau bukanlah orang-orang asing atau lawan-lawan politiknya tetapi kawan-kawan lama dan teman sejawatnya yang telah membantu dia dalam berbagai hal. Bantahan-bantahan mereka serius dan merupakan sebuah dakwaan koletif yang menghancurkan. Hume, yang pernah berpikir bahwa Rousseau itu ‘lembut, sederhana, penuh kasih, peka tanpa pamrih, memutuskan dengan dasar pengalaman panjangnya bahwa Rousseau adalah ‘monster yang melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya orang penting di alam semesta.’ Diderot, setelah lama berkenalan, menyimpulkan Rousseau sebagai pembohong, Sombong seperti setan, orang tak tahu berterimakasih, kasar, munafik, dan penuh dengan kedengkian. Bagi Grimm, Rousseau adalah ‘sangat menjijikan’. Bagi Voltaire, dia adalah ‘monster dari kesombongan dan kebusukan.’ Yang paling sedih dari semua pendapat itu, adalah pendapat dari wanita yang sangat baik hati padanya, Madame dÉpinay yang mana kata-kata terakhirnya untuk Rousseau yaitu ‘Tak ada kata lagi yang tertinggal untukmu kecuali kasihan.’ Pendapat-pendapat seperti tidak didasarkan pada kata-kata orang tetapi didasarkan pada perbuatan-perbuatannya, dan karena sejak saat itu, lebih dari dua ratus tahun, banyak materi-materi yang telah digali oleh para sarjana cenderung mendukung pendapat-pendapat itu. Dalam catatan para akademisi modern, kekurang-kekurangan Rousseau adalah sebagai berikut: ‘dia adalah seorang yang ‘sok jogo, suka pamer, neurathentis, terlalu cemas terhadap kesehatan, suka onani, gila karena ketakutan, homoseks latent, tidak mampu mempunyai kasih sayang normal atau kasih sayang sebagai orangtua, introvert karena penyakitnya, penuh dengan perasaan bersalah, mempuyai penyakit malu-malu, kleptomanik, kekanak-kanakan, tidak berperasaan, dan menderita’.
Tuduhan-tuduhan semacam itu beserta bukti-buktinya tidak banyak berpengaruh terhadap daya tarik emosional dan intelektualnya. Selama hidupnya, berapapun banyaknya persahabatan yang dia rusak, dia tidak pernah menemukan kesulitan untuk mendapatkan teman-teman baru dan juga untuk menarik para bangsawan, murid-murid dan para penggagum hangat, yang siap menyediakan rumah, makan malam, dan wangi-wangian dupa sangat dibutuhkannya. Ketika dia meninggal dunia, dia dikubur di Île des Peupliers dekat danau Ermononville dan dengan cepat tempat itu menjadi tempat tujuan peziarah orang-orang sekuler dari seluruh Eropa, seperti kuil orang-orang suci Abad Pertengahan. Diskripsi-diskripsi jenaka dari para pengagumnya menjadi bacaan yang menyenangkan: ‘Saya berlutut..menekan bibirku pada batu monumen yang dingin…..dan saya menciumnya berkali-kali.’ Peninggalan-peninggalannya seperti kantong tembakau dan kendi dilindungi dengan hati-hati di ‘Tempat Perlindungan’. Orang-orang mengingat Erasmus dan John Colet yang mengujungi kuil agung St Thomas à Becket di Canterbury pada tahun 1512 dan mencemooh ekses dari orang-orang yang menziarahi. Apa yang para peziarah temukan dari ‘Santo Rousseau’ (sebagaimana George Sand memanggilanya penuh hormat) tiga ratus tahun setelah Reformasi? Pujian terus diberikan jauh sesudah abunya dipindah di Panthéon. Bagi Kant, Rousseau mempuyai ‘kepekaan jiwa yang kesempurnaanya tidak tertandingi’. Bagi Shelley, dia adalah ‘jenius yang luhur’. Untuk Schiller, dia adalah ‘seorang yang berjiwa seperti Jesus dan hanya malaikat surga yang pantas menemaninya’. John Stuart Mill dan George Elliot, Hugo dan Flaubert memberikan penghormatan yang mendalam.’ Tolstoy mengatakan bahwa Rousseau dan Kitab Injil adalah ‘dua hal yang mempengaruhi hidup saya’. Salah satu intelektual yang sangat berpengaruh saat ini, Claude Lévi-Strauss, dalam karya utamanya, Tristes Tropiques memanggil Rousseau sebagai ‘guru kita dan saudara kita….. dan setiap halaman dari buku itu dipersembahkan untuknya, jika itu bernilai untuk mengenang keagungannya’.
Semua itu sangat mengherankan dan mengambarkan bahwa para intelektual tersebut keterlaluan, tidak logis, dan bertakhyul seperti orang biasa lainnya. Hal yang sesungguhnya tampaknya bahwa Rousseau adalah seorang penulis yang jenius tetapi tidak seimbang antara hidup dan pandangan-pandangannya. Kesimpulan tentang Rousseau yang paling tepat adalah seperti yang digambarkan oleh seorang wanita, yang mana Rousseau bilang dialah kekasih satu-satunya, Sophie d’Houdetot. Sophie hidup sampai pada tahun 1813 dan pada usia tuanya dia menyampaikan putusan ini: ‘Rousseau adalah orang yang cukup buruk untuk menakuti saya dan cinta tidak membuatnya lebih menarik. Dia adalah seorang tokoh yang menyedihkan dan saya memperlakukannya dengan kelembutan dan kebaikan. Dia adalah orang gila yang menarik’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar