Minggu, 13 April 2008

Teori John Dewey

Selasa, Januari 08, 2008

Di Balik Pemikiran Pendidikan John Dewey ( Bagian 1 )

Dalam Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasi secara lebih jauh pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar penmgalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi. Secara demikian Dewey juga melihat teori filsafatnya sebagai suatu teori umum tentang pendidikan dan melihat pendidikan sebagai laboran yang di dalamnya perbedaan-perbedaan filosofis menjadi konkrit dan harus diuji serta karena pendidikan dan filsafat saling membutuhkan. Terdapat dua kontribusi penting dari konsep pendidikan Dewey yakni, konsepsi baru tentang pendidikan sosial dan kesosialan pendidikan, serta memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep pendidikan yang berfokust pada anak. (Pendidikan, John Dewey, eksperimentalisme).
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pada dirinya sendiri bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memang memiliki daya dorong pada perubahan, bisa melahirkan orang-orang kritis dan kreatif. Akan Tetapi di sisi lain, ia pun memiliki fungsi untuk memperkuat dan melestarikan fungsi masyarakat yang timpang. Di poin inilah kemudian terjadi tarik menarik antara kekuatan yang mendorong pada perubahan dengan kekuatan yang mempertahankan status quo untuk tetap eksis. Manakah dari dua hal ini yang akan lebih kuat pengaruhnya?

Ada banyak tafsiran yang kadang-kadang kita temukan berbeda, kalau kita pahami itu sebagai entitas dari fenomena sosial, hal ini akan banyak bergantung pada sistem ekonomi dan politik yang mengelilingi pendidikan itu. Bila sistem ekonomi dan politik menunjukkan adanya ketimpangan maka fungsi pendidikan cenderung akan melestarikan ketimpangan itu sendiri, karena kebijakan dan praktek pendidikan akan banyak diisi dan dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan kelompok dominan yang menduduki posisi ekonomi dan politik di lapisan atas. Atau, kalaupun dari sistem pendidikan itu dapat muncul orang-orang yang kritis, daya kritisnya untuk melakukan perubahan akan mandul,kadang-kadang membutuhkanwaktu cukup lama.

Realitas ini, menjadi perlu untuk selalu di diskusikan sesering mungkin untuk mencari alternatif tentang konsep pendidikan dari para pemikir yang sekiranya cocok untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ini. Salah satu konsep dan pemikiran yang dirasa cocok dengan hal tersebut dan akan dibahas di sini adalah konsep pendidikan menurut John Dewey. Secara umum, deskripsi-deskripsi Dewey tentang peserta didik sebagai pengukur aktif tujuan-tujuan mereka sendiri telah dapat diterima secara luas. Apalagi, penolakan Dewey terhadap keabsolutan dan pertanyaan tentang kepastian dalam epistemologi menduduki posisi yang dominan dalam pemikiran masa kini. Keteguhannya tentang partisipasi peserta didik sebagai bentuk demokrasi sesuai dengan usianya sangat sejalan dengan semangat perubahan dan akan melahirkan orang-orang yang kritis dan kreatif. Pemikiran yang kritis dalam membaca suatu realitas akan melahirkan teori baru. Dengan banyaknya kasus di wilayah pendidikan saat ini setelah pemerintahan Orde Baru, maka pemnulis mencoba untuk mencari formulasi konsep dalam Perspektif Filosofis.
Apa yang saya lakukan, bukan untuk mencari jalan tengah dari perbedaan pendapat tentang pemikiran John Dewey akan tetapi Artikel ini akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam tulisan kali ini yakni, sebagai seorang filsuf, bagaimana konsep tentang pendidikan menurut John Dewey dan sumbangan apa yang bisa diberikan oleh konsep tersebut terhadap pendidikan, khususnya dalam upaya melahirkan orang-orang yang memiliki daya kritis dan inofatif terhadap perubahan.Tidak banyak yang kita rumuskan tetapi dalam tulisan ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Selain itu ingin dipahami juga kontribusi yang bisa diberikan Dewey terhadap dunia pendidikan dan seberapa pentingnya tulisan ini membantu kita untuk menganalisa lebih jauh secara filosofis dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang.Mekipun artikel yang menulis tentang Dewey sudah banyak tetapi Secara umum terdapat banyak penelitian tentang John Dewey masih sebatas melihat pada sisi filsafat saja. Hasil penelitian Brumbaugh dan Lawrence (1963) menyebutkan bahwa Dewey hampir-hampir tidak membedakan pemikiran filsafatnya dengan teori pendidikannya. Konsep Dewey tentang pendidikan diwarnai oleh pemikiran tentang pendidikan yang progresif, dimana pertumbuhan, perkembangan, evolusi, kemajuan, dan perbaikan merupakan elemen-elemen untuk menjadikan pendidikan yang progresif. Pemikiran inilah yang membawanya menjadi salah satu konseptor tentang pedidikan kontemporer, dimana dalam konsep ini pula gagasan filosofi Dewey nampak dan disebutnya sebagai the experimental continum, atau penyelidikan yang berkelanjutan. Dalam konsep tersebut terlihat adanya hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, yang dalam lingkup pendidikan digambarkan sebagai proses sosial. Brumbaugh dan Lawrence (1963) juga mengemukakan tentang teori umum pendidikan dari pemikiran Dewey, yang disebutkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses pembentukan fundamental atas disposisi intelektual dan emosional seseorang.Sisi lain dari hasil penelitiannya pemikir lain yang bernama Whitehead juga menyatakan setuju dengan beberapa pemikiran Dewey tentang pendidikan. Whitehead menekankan bahwa pengetahuan datang dari konflik atau gesekan antar manusia yang terpecahkan. Dalam hal ini manusia belajar tatkala terjadi persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan. Menurut Whitehead, Dewey yang memperoleh inspirasi dari Aristotle bahwa bentuk yang kompleks muncul dari sesuatu yang kecil dan individual yang alami. Menurutnya naturalisasi pendidikan Dewey adalah bentuk pendidikan untuk masyarakat, dimana baik Dewey maupun Rousseau menginginkan manusia hidup sesuai dengan kodrat, tetapi kodrat disini didalamnya termasuk dan melibatkan masyarakat yang kompleks, yang cenderung pada adanya kompleksitas lebih dari sekedar sesuatu yang bersifat sederhana. Lebih lanjut Whitehead berpendapat bahwa naturalisasi Dewey bersifat evolusioner dan pragmatis, yang didalamnya terkandung gagasan evolusi, pertumbuhan, dan perkembangan manusia.Satu hal lain, Noddings (1997) lebih tegas dalam membedah pemikiran Dewey pada beberapa hal. Pertama, ia mengelompokkan pemikiran Dewey sebagai filsuf naturalistik yang menjelaskan segala sesuatu dari fenomena alam dari obyek-obyek dan kejaduan-kejadian yang dapat diterima oleh perasaan manusia, dan menolak hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber supranatural, bahkan menolak definisi Tuhan dalam gagasan-gagasan, rencana, dan tindakan manusia. Dewey sangat percaya pada metode-metode ilmu pengetahuan dan mendesak penggunaannya dalam setiap bagian dari aktivitas manusia.Kedua, Noddings (1998) juga berpendapat bahwa Dewey sering mengemukakan dua hal yang ekstrim, sebagaimana disebutkan dalam bukunya yang berjudul experience and education. Dalam buku ini ia menyebutkan dua hal yang berlawanan. Di satu pihak Dewey mempertentangkan antara pendidikan lama dan baru, tetapi di sisi yang lain ia tidak secara khusus mengemukakan yang baru tersebut.
Brumbaugh, R.S. and Lawrence, N.M. (1993). Philosopher on Education: Dewey, theEducational Experience. Houghtob Mifflin Company. Boston.
(Oleh : Co-Mimbar Demokrasi )

Sabtu, Februari 02, 2008

Pemikiran Filsafat John Dewey ( bagian 2 )

Secara garis besar, pemikiran filsafat John Dewey terdapat dalam konsepsi-konsepsi yang dibangunnya, dan dituangkannya ke dalam wacana-wacana yang dapat dipahami secara mudah oleh kalangan awam. John Dewey mewarnai gagasannya secara konstruktif dan dinamis melalui fenomena-fenomena hidup dan maknanya yang dituangkan dalam berbagai konsepsi filosofis, yang memiliki relevansi kental dengan situasi saat ini. Dalam bagian ini akan dijelaskan pemikiran filsafat Dewey sesuai dengan apa yang telah ditulis oleh Heinemann (1996) bahwa terdapat empat konsep fundamental dalam pemikiran filsafat Dewey yakni pengalaman, pertumbuhan, transaksi dan penyelidikan (inquiry).
PengalamanTerdapat perbedaan pandangan tentang pengalaman antara pemikiran ortodoksi dan pemikiran kekinian yang cocok untuk menggambarkan kondisi sekarang.
Pertama, pandangan ortodoksi mendeskripsikan pengalaman sebagai suatu yang berkaitan dengan pengetahuan, sedangkan kekinian memandang pengalaman sebagai hubungan timbal balik yang erat antara fisik dan lingkungannya. Kedua, pandangan ortodoksi menyatakan bahwa (sedikitnya pada awalnya) merupakan sesuatu fisik yang dipengaruhi oleh subyektivitas, yang menurut pandangan kekinian pengalaman merupakan dunia nyata yang masuk ke dalam tindakan manusia dan dimodifikasi melalui respon-respon mereka. Ketiga, pengalaman terikat pada apa yang telah ada atau diberikan, namun kini bentuk vital pengalaman merupakan eksperimen, suatu usaha untuk mengubah apa yang telah diberikan; yang ditandai oleh proyeksi, penjelajahan yang tidak diketahui, berhubungan dengan masa depan, dan merupakan ciri khas. Keempat, dulu pengalaman itu diperuntukkan pada kekhususan, namun sekarang pengalaman di bawah kendali lingkungan dan perjuangan untuk mengendalikannya. Kelima, dalam pandangan tradisional pengalaman dan pemikiran merupakan permasalahan antitetika, namun pengalaman berdasarkan pemahaman kekinian penuh dengan kesimpulan di mana secara nyata, tidak ada pengalaman nyata tanpa kesimpulan, refleksi alami dan tetap.Dua hal telah memberikan sumbangan suatu konsepsi baru tentang pengalaman dan suatu konsepsi baru tentang hubungan antara alasan terhadap pengalaman, atau istilah yang lebih akurat, sebagai tempat atau posisi alasan dalam pengalaman. Faktor terpenting adalah perubahan yang telah mengambil tempat dalam pengalaman yang aktual, isi dan metodenya, sebagaimana saat ini hidup. Faktor lain menyangkut perkembangan psikologi berdasarkan biologi di mana memungkinkan formulasi pengetahuan baru tentang sifat dasar pengalaman.
PertumbuhanHidup adalah perkembangan, dan berkembang maupun tumbuh, adalah hidup. Konsep ini diterjemahkan kesamaannya dalam pendidikan yang berarti bahwa (i) proses pendidikan tidak memiliki akhir di luar perkembangannya sendiri; (ii) proses pendidikan adalah salah satu dari keberlanjutan reorganisasi, rekonstruksi, dan transformasi. Berkembang, ketika diinterpretasikan dengan masa kanak—kanak dan kehidupan dewasa, berarti arah kekuatan ke dalam saluran khusus formasi kebiasaan yang melibatkan keterampilan prima, kepastian minat dan obyek khusus tentang observasi dan pemikiran. Realisasi bahwa hidup adalah tumbuh melindungi kita dari apa yang disebut sebagai pengidiolaan masa kecil yangmana berakibat pada “bukan apa yang disebut sebagai pengidolaan masa kecil yang berakibat pada bukan apa-apamelainkan kemalasan yang berperan serta. Oleh karena pertumbuhan merupakan karakteristik hidup maka pendidikan menjadi satu dengan sarana pertumbuhan; di mana tidak ada akhir dalam pertumbuhan. Kriteria nilai pendidikan di sekolah adalah sejauhmana di dalamnya tercipta keinginan untuk tumbuh dan mengisinya dengan membuat keinginan tersebut secara efektif menjadi kenyataan.
TransaksiSetiap bagian dari hidup merupakan proses aktivitas yang melibatkan lingkungan. Konstruksi hubungan tersebut merupakan perpanjangan transaksi di luar batas spatials dari sistem organik (organisme). Sebuah organisme tidak hidup dalam suatu lingkungan, karena kehidupan (sistem organik) itu sendiri merupakan sebuah lingkungan. Setiap fungsi organik merupakan suatu interaksi energi-energi intra dan ekstraorganik, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Kehidupan di dunia ini tidak berbeda dengan aktivitas kehidupan dari sebuah organisme. Tetapi mereka bukanlah bagian dari lingkungannya, yang aman secara permanen. Proses-proses kehidupan ditentukan oleh lingkungan, sebagaimana organisme: di mana mereka merupakan suatu kesatuan. Kesatuan mengikuti arus di mana setiap perbedaan struktur dari lingkungan meluas. Setiap sel baru memberikan cara baru berinteraksi di dunia yang dikenali sebelumnya bahwa kesamaaan masuk di dalam setiap fungsi-hidup. Dengan perbedaan interaksi-interaksi datang kebutuhan untuk memelihara suatu perimbangan di antara mereka maka kapasitas untuk memelihara suatu bentuk interaksi yang terus menerus antara organisme dan lingkungan tidak terbatas pada satu organisme. Setiap aktivitas memiliki cara beraksi, dan cara-cara ini bukan sekedar suksesi melainkan suatu seri. Sering kualitas aktivitas hidup dipengaruhi melalui perimbangan halus yang berasal dari faktor-faktor kompleks masing-masing aktivitas.Dalam perkembangan tingkahlaku normal terdapat sirkulasi di mana pada tahap awal atau pembuka terjadi ketegangan atas berbagai elemen dari kekuatan organik, sementara tahap akhir atau penutup merupakan tempat kesatuan interaksi antara organisme dan lingkungan. Kesatuan tersebut merupakan gambaran perwakilan, di mana sisi organik oleh keseimbangan kekuatan organik dan sisi lingkungan oleh keberadaan kondisi yang menyenangkan. Dalam perilaku organisme yang lebih tinggi, kedekatan sirkulasi tidak identik dengan apa yang dinyatakan keseimbangan dan ketegangan muncul. Modifikasi tertentu dari lingkungan juga terjadi, meskipun itu barangkali hanya suatu perubahan kondisi di mana perilaku kedepan pasti bertemu. Sebaliknya, terdapat perubahan dalam struktur organik tentang kondisi perilaku ke depan. Modifikasi tersebut diistilahkan sebagai kebiasaan.Lingkungan di mana manusia hidup, bertindak, dan menyelidik (inquiry) tidaklah sekedar secara fisik, melainkan juga budaya. Problem-problem yang melahirkan pertanyaan tumbuh dari hubungan antara satu anggota dan lainnya, dan bagian-bagian yang terkait tersebut tidak hanya mata dan telinga, melainkan makna-makna yang telah berkembang dalam keseluruhan hidup, bersama dengan cara-cara membentuk dan mengalirkan budaya dengan semua unsur pokok dari peralatan, seni, lembaga, tradisi, dan kepercayaan yang dianut.
Refleksi dan PenyelidikanMenguji berbagai contoh akan terlihat bahwa masing-masing kasus pemikiran memunculkan secara langsung situasi yang pernah dialami. Orang tidaklah hanya berfikir secara luas, tidak pula memunculkan gagasan yang bukan apa-apa. Dalam kasus pertama, seorang siswa sedang sibuk dengan bagian-bagian tertentu dari suatu kota, dan pikirannya masih tetap terikat pada tempat lain. Kasus kedua, seseorang yang sedang mengendarai sebuah feri, namun mulai khawatir tentang sesuatu dalam konstruksi ferinya. Kasus ketiga, seorang siswa dengan pelatihan ilmu pengetahuan sebelumnya, sibuk mencuci piring. Dalam masing-masing kasus, dalam semua situasi sebetulnya merupakan pengalaman yang menyisakan pertanyaan dan menyerukan refleksi. Apabila situasi lebih rumit, pemikiran dengan sendirinya akan terelaborasi. Sederhana atau rumit berkaitan dengan apa yang harus dikerjakan atau apa yang mempengaruhi problem-problem ilmu pengetahuan dan filosofis, akan selalu melibatkan dua sisi, yaitu kondisi yang diperhitungkan berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang rencana untuk berhubungan dengan mereka atau harapan-harapan untuk menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena. Di antaranya, sebagaimana dinyatakan dalam konsep berpikir, yaitu: (1) saran, di mana otak berkutat dengan kemungkinan solusi; (2) merasionalisasi kesulitan dan kebingungan yang dirasakan (secara langsung dialami) ke dalam problem untuk dipecahkan, suatu pertanyaan di mana jawaban harus dicari; (3) hipotesis untuk memprakasai dan membimbing observasi dan tindakan lain dalam pengumpulan materi fakta; (4) elaborasi mental terhadap gagasan atau harapan sebagai suatu gagasan atau harapan (alasan, dalam kerangka di mana alasan merupakan bagian dari, bukan keseluruhan, dari kesimpulan); dan (5) menguji hipotesis dengan tindakan nyata atau imajinasi.
Teori Etika dan NilaiTeori etika dimulai pada zaman orang Yunani mencari upaya untuk menemukan peraturan pengendalian hidup yang memiliki basis rasio dengan tujuan mengganti sesuatu yang diturunkan dari adat. Namun, alasan sebagai ganti dari adat adalah karena adanya kewajiban untuk mengisi obyek dan hukum yang pas sebagaimana adat. Teori etika selama ini telah dihipnotis oleh rasa bahwa urusannya untuk menemukan beberapa ujung final, atau bagus atau suci dan hukum tertinggi. Moral bukanlah suatu katalog dari tindakan bukan pula serentetan peraturan untuk diaplikasikan seperti resep obat-obatan atau buku resep masak. Kepentingan moral adalah untuk metode khusus penyelidikan dan penemuan; metode penyelidikan untuk menempatkan kesulitan dan kejahatan; metode penemuan untuk menyusun rencana yang digunakan sebagai kerja hipotesis yang berhubungan dengan mereka. Pragmatisme impor daripada logika situasi individual, masing-masing memiliki prinsip dan kebajikan yang tak tergantikan, yaitu untuk mentransfer perhatian daripada teori dari pemenuhan dengan konsepsi-konsepsi umum ke problem pengembangan metode efektif untuk penyelidikan.KebenaranPengakuan akan kebenaran diberikan oleh tipe logika eksperimen dan fungsional, di mana keseluruhan merupakan warna-warni dari logika berfikir dan gagasan. Apabila gagasan, arti, konsepsi, rasa, teori, sistem adalah alat untuk suatu organisasi aktif suatu lingkungan, untuk menghilangkan kesulitan khusus dan kebingungan, kemudian tes validasi dan nilai terletak pada kelengkapan kerja ini. Bila sukses di suatu kantor, mereka terpercaya, didengarkan, valid, bagus, mereka betul. Bila mereka gagal untuk menghilangkan kebingungan, untuk mengurangi kerusakan, bila mereka menambah kebingungan, ketidakpastian dan buruk, ketika melakukan itu, mereka salah. Tindakan-tindakan mengarah pada betul atau salah; yang menuntun kita untuk mengakhiri atau menjauh dari itu. Hipotesis yang jalan benar; dan kebenaran merupakan suatu benda abstrak yang diterapkan terhadap kumpulan kasus, peramalan dan keinginan yang memperoleh konfirmasi dalam kerja dan konsekuensi
Tentang FilsafatAlasan dan InteligensiRekonstruksi penting dari filosofi akan mengarahkan inteligensi bukan sebagai penentu asli dan penyebab akhir dari sesuatu, tetapi sebagai keseluruhan tujuan, penajam kembali fase-fase alam dan kehidupan yang merintangi kenyamanan sosial. Eksperimental inteligensi, dipahami setelah pola ilmu pengetahuan, digunakan dalam penciptaan seni sosial. Hal itu membebaskan manusia dari kekangan masa silam, sehubungan dengan kemasabodohan yang mengeras ke dalam adat.FilosofiSiapa pun yang memulai tanpa reservasi mental untuk mempelajari sejarah filosofi bukan sebagai sesuatu yang terisolasi tetapi sebagai suatu bagian dari perkembangan peradaban dan kebudayaan; bila seseorang akan menghubungkan sejarah filosofi dengan belajar antropologi, kehidupan primitif, sejarah agama, literatur dan institusi sosial, di mana secara meyakinkan ditegaskan bahwa dirinya akan mencapai pendapatnya sendiri yang independen. Mengambil posisi ini sejarah filosofi akan menempati keberadaan baru. Apa yang hilang dari sudut ilmu pengetahuan memperoleh kembali pendirian humanis. Dalam filosofi klasik dunia yang ideal adalah suatu surga di mana manusia menemukan istirahat dari badai kehidupan, yang menjadi suaka di mana ia mengungsi dari kesulitan yang ada dengan jaminan halus bahwa hal itu sendiri kenyataan yang tertinggi. Ketika praktek pengetahuan dihentikan menjadi dialektikal dan menjadi eksperimental, penguasaan menjadi keasyikan dengan perubahan dan tes pengetahuan menjadi kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan tertentu. Berbicara secara filosofis, hal ini merupakan perbedaan yang besar, melibatkan perubahan dari pengetahuan dan filosofi sebagai kontemplasi untuk beroperasi. Filosofi adalah kupasan; kupasan dari kepercayaan yang berpengaruh yang menggarisbawahi kebudayaan; sebuah kupasan yang melacak kepercayaan ke kondisi asal mereka sejauh mungkin, yang melacak mereka ke asal usul mereka, yang mempertimbangkan keharmonisan timbal balik dari elemen-elemen total struktur kepercayaan.Filosofi dan PendidikanBila pendidikan dilukiskan sebagai proses pembentukan dasar-dasar disposisi, intelektual dan emosional, ke arah alam dan manusia (nature and fellow men), filosofi bahkan mungkin didefinisikan sebagai teori umum pendidikan. Kecuali filosofi tetap sebagai simbol atau verbal atau yang lainnya yaitu hanya sebagai dogma, yang mengaudit pengalaman masa lalu dan program nilai yang harus dilakukan. Tindakan nyata dari legislatif, eksekutif, atau media massa menjadi alat efektif untuk mengubah pandangan di mana filosofi itu mengasyikkan, tetapi hanya mereka yang memiliki pendidikan tinggi yang bisa mengubah perilaku mental dan moral. Filosofi pendidikan bukan suatu aplikasi eksternal dari gagasan yang siap dibuat untuk sebuah sistem yang dipraktekkan secara berbeda dari aslinya. Hal itu hanya akan menjadi formula eksplisit terhadap problem kesulitan hidup saat ini. Definisi yang paling dalam dari filosofi yang dapat diberikan adalah bahwa filosofi merupakan teori pendidikan dalam wacana yang sangat umum.Disarikan dari sumber: Noddings, N. (1997), Philosophy of Education: The Philosophical and Educational Thought of John Dewey. Westview Press, a member of Percus Books, L.L.C.( Co-Mimbar Demokrasi )


Tidak ada komentar: